"Indonesia Masuk Krisis Pangan!"
Berita yang muncul di Republika online tanggal 25 September 2013 silam. Mengejutkan. Bisa jadi kita bersikap biasa saja, karena sudah terbiasa mengimpor pangan. Namun, hal ini sangat tidak biasa mengingat Indonesia adalah negeri agraris.
Berita tersebut bisa benar adanya atau bisa tidak. Tergantung bagaimana kita sebagai masyarakat Indonesia menyikapi isu tersebut. Masih ingatkah kita pada era Soeharto dahulu, Indonesia sempat mencapai swasembada beras pada tahun 1980-an? Kini, kondisi tersebut berbeda. Bahkan, katanya Indonesia akan mengimpor beras sejumlah 500.000 ton per tahun dari Myanmar untuk memenuhi kebutuhan beras di Tanah Air. Ironis.
Beras memang masih menjadi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Padahal, Indonesia memiliki beragam spesies tanaman lain yang bisa memiliki fungsi sama seperti beras, yaitu untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat. Salah satunya singkong. Singkong adalah tanaman asli Indonesia yang memiliki rasa yang enak. Fungsinya sama seperti beras, untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat. Kalo di Indonesia sih yang penting kenyang, bukan fungsi nutrisinya. Singkong sendiri bisa diolah menjadi berbagai macam jenis makanan, mulai dari peuyeum, kripik, bahkan bisa dijadikan tepung mocaf. Diversifikasi pangan memang menjadi bentuk kampanye yang diusung pemerintah untuk mengubah pola pikir masyarakat yang masih ketergantungan oleh beras.
Sumber: www.energytoday.com |
Namun, tahukah kamu bahwa karena kemajuan teknologi singkong bisa dibuat kantong plastik? Terima kasih kepada para ilmuwan yang begitu superkeren menemukan nilai lebih dari singkong. But did you ever realize kalau singkong itu masih bisa kita makan dan masih banyak orang membutuhkan singkong untuk makan ketimbang kantong plastik?
Mungkin kalian pernah mendengar bahwa ada kantong plastik yang bisa terurai dalam waktu singkat. Ya, memang ada, tapi kita tidak benar-benar tahu apakah kantong plastik yang sudah terurai tersebut benar-benar menjadi tanah atau hanya menjadi partikel-partikel kecil yang justru akan mencemari tanah. Para produsen tidak pernah menyinggung kenyataannya seperti apa. Plastic is still plastic. Anorganik tetap anorganik, akan membebani bumi selama-lamanya. Hal yang disayangkan adalah masih ada orang yang menomorduakan kesejahteraan pangan. Kalo tidak ada pangan, kita semua tidak mungkin hidup dan beraktivitas seperti biasanya. Kita tidak butuh kantong plastik yang mudah terurai, tapi kita butuh singkong untuk asupan karbohidrat kita supaya kita memiliki energi untuk beraktivitas sehari-hari. Mari kita atur kembali pola pikir kita. Jangan terpedaya dengan sikap persuasif sang produsen.
Sumber: www.kaskus.co.id |
Kita memperingati Hari Pangan Sedunia setiap tanggal 16 Oktober setiap tahunnya. Tema tahun ini adalah Sustainable Food Systems for Food Security and Nutrition. Jika sistem pangan kita dirusak oleh ide membuat kantong plastik yang katanya "ramah lingkungan", bagaimana bisa tercipta ketahanan pangan dan nutrisi bagi manusia? Mari kembali lagi mengatur pola pikir kita dan mari kita memikirkan orang lain. Untuk menuju pangan yang berkelanjutan, kita harus menyetujui bahwa sektor pertanian memberikan dampak besar dalam segala aktivitas kita. Sektor pertanian memberikan nutrisi untuk manusia dan juga makhluk hidup lainnya. Bukan industri yang menjadi tulang punggung suatu negara untuk kesejahteraan masyarakatnya, tetapi justru pertanianlah yang menjadi tulang punggung suatu negara. Sebelum terlalu kreatif untuk mengambil nilai tambah dari suatu komoditas pangan, pastikan terlebih dahulu kesejahteraan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangannya sudah terpenuhi.
Pikir ulang saat Anda ditawari kantong plastik berlabel "ramah lingkungan" dan apalagi terbuat dari singkong atau tanaman pangan lain. Masih ada masyarakat yang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pangannya. (RN)
No comments:
Post a Comment