Saturday, 1 October 2016

GIDKP Harap APRINDO Tidak Hentikan Program Kantong Plastik Tidak Gratis

Jakarta (01/10). Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) menyayangkan sikap Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) yang memutuskan untuk menghentikan uji coba penerapan kantong plastik tidak gratis pada tanggal 1 Oktober 2016. GIDKP menilai bahwa seharusnya niat baik APRINDO untuk menyelamatkan lingkungan bukan bergantung dengan adanya paksaan berupa peraturan dari pemerintah.

Pelaksanaan uji coba penerapan kantong plastik tidak gratis di ritel modern sudah berjalan selama tujuh bulan. Sejak dimulai pada 22 Februari 2016 lalu, bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional, uji coba penerapan kantong plastik tidak gratis mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Dimulai dengan 22 kota dan 1 provinsi, penerapan uji coba kemudian diperluas cakupannya menjadi nasional. Dari laporan yang diterima oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tercatat ada beberapa kabupaten/kota yang membuat peraturan terkait pembatasan kantong plastik. Termasuk Kota Banjarmasin yang melarang penggunaan kantong plastik di ritel modern pada 1 Juni lalu. 

Menurut laporan dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bandung, terdapat pengurangan kantong plastik sebesar 42% sejak diberlakukannya kantong plastik tidak gratis. Hal serupa terjadi di Kota Balikpapan yang menyatakan pengurangan penggunaan kantong plastik sebesar 45%. DKI Jakarta pun sedang menyiapkan peraturan mengenai kantong belanja ramah lingkungan, salah satunya akan melarang penggunaan kantong plastik. 

Ada bukti efektifitas, dan ada momentum yang semakin meningkat di masyarakat tentang kesadaran perlunya pengurangan kantong plastik. Dukungan APRINDO sangatlah penting dalam menjaga momentum tersebut, sehingga sayang sekali bila mereka hengkang dari komitmen mereka di tengah jalan," jelas Rahyang Nusantara, Koordinator Harian GIDKP. 

GIDKP mengharapkan bahwa APRINDO tetap menunjukkan dukungan terhadap pengurangan sampah plastik dengan mengingatkan konsumen untuk membawa tas belanja sendiri. APRINDO juga perlu membuktikan niat baiknya dengan menyerahkan data pengurangan kantong plastik, sesuatu yang hingga kini masih belum dilakukan oleh asosiasi tersebut. 

Hingga saat ini, ritel modern belum melaporkan data pengurangan kantong plastik seperti yang tercantum di Surat Edaran No.SE.8/PSLB3/PS/PLB.0/5/2016 tanggal 31 Mei 2016 tentang Pengurangan Sampah Plastik Melalui Penerapan Kantong Belanja Plastik Sekali Pakai Tidak Gratis dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Lalu, komitmen APRINDO yang tercantum dalam Surat Edaran No. S.1230/PSLB3-PS/2016 tanggal 17 Februari 2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar dari KLHK pun belum dijalankan, yaitu memberikan insentif kepada konsumen, melakukan pengelolaan sampah, dan melakukan tanggung jawab sosial perusahaan,” tegas Tiza Mafira, Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP).

Selain itu, GIDKP menekankan masih pentingnya komitmen penuh tidak hanya dari pelaku usaha, namun juga dari pemerintah pusat dan daerah. 

Rancangan Peraturan Menteri yang sedang dalam proses penyusunan harus segera disosialisasikan dan dikeluarkan. Isi dari Rancangan Peraturan Menteri sudah komprehensif dan sebenarnya banyak menjawab pertanyaan dari masyarakat,” lanjut Tiza Mafira. 

Isi Rancangan Peraturan Menteri tentang pengurangan kantong plastik disampaikan pertama kali pada Rapat Pengurangan Sampah Plastik di Banjarmasin pada 7 September lalu. Dalam Rancangan tersebut antara lain diatur kewajiban pelaku usaha untuk mendorong konsumen menggunakan tas belanja pakai ulang, mewajibkan pelaku usaha membebankan biaya untuk setiap lembar kantong plastik yang masih diminta oleh konsumen, dan menyediakan insentif bagi konsumen yang membawa tas belanja pakai ulang, serta mekanismenya. 

Nadia Mulya sebagai aktivis dan Duta GIDKP menyatakan hal serupa, "Saya paham bahwa mereka (APRINDO) adalah profesional yang mementingkan kelangsungan dari anggotanya. Yang mereka butuhkan dari pemerintah adalah ketegasan. Masyarakat tidak paham, bahwa kebijakan ini bukanlah membebankan mereka, justru memberi mereka pilihan; ingin membayar biaya kantong plastik yang selama ini dibebankan pada harga jual, atau diberikan pilihan: dengan membawa tas belanja sendiri, mereka hanya membayar barang yang dibeli".

GIDKP siap mendukung dan memfasilitasi upaya-upaya APRINDO dan Pemerintah dalam sosialisasi dan penerapan program kantong plastik tidak gratis.


Kontak Media:
Tiza Mafira
tiza.mafira@gmail.com
0811933609

Rahyang Nusantara
rahyang@dietkantongplastik.info
08122096791

Thursday, 29 September 2016

Belanja Cantik Tanpa Kantong Plastik: Menggabungkan Unsur Lingkungan dan Budaya Dalam Satu Kampanye

Untuk disiarkan segera



Jakarta, 29 September 2016. Penggunaan kantong plastik sudah mencapai 9,8 miliar lembar setiap tahunnya di Indonesia (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2016). Hal ini tentu saja sangat membebani lingkungan kita. Sampah kantong plastik yang biasa kita gunakan berakhir di TPA (tempat pemrosesan akhir), selokan, sungai, danau, hingga lautan. Saat ini, Indonesia “dituduh” sebagai negara penyumbang sampah kantong plastik ke lautan terbesar nomor dua di dunia setelah Tiongkok (Jambeck, 2015). Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) sudah sejak tahun 2010 menyuarakan isu lingkungan khususnya sampah kantong plastik. Petisi #pay4plastic yang dikampanyekan oleh GIDKP mendorong diluncurkannya kebijakan kantong plastik tidak gratis di Indonesia pada awal tahun 2016. Ini merupakan langkah konkret untuk mengurangi penggunaan kantong plastik dan dampaknya yang merusak ekosistem.

GIDKP  bekerja sama dengan Ikatan Pencinta Batik Nusantara (IPBN) mengadakan talkshow “Belanja Cantik Tanpa Kantong Plastik” pada Gebyar Batik Muda Nusantara (GBMN) 2016 di Food Society, Kota Kasablanka, Jakarta Selatan. Talkshow ini mengangkat isu budaya dan lingkungan yang dikolaborasikan bersama dalam bentuk diskusi dan peluncuran reusable bag batik, hasil kerjasama GIDKP dengan Martha Ellen, merek fashion yang mengangkat kain tradisional Indonesia.

Tujuan diadakannya talkshow ini adalah untuk mendorong generasi muda dan pihak-pihak terkait lainnya untuk peduli dan berkontribusi aktif terhadap pelestarian budaya, sekaligus pelestarian lingkungan hidup,” jelas Rahyang Nusantara selaku Koordinator Harian GIDKP

Acara talkshow “Belanja Cantik Tanpa Kantong Plastik” merupakan salah satu rangkaian kegiatan pembukaan GBMN 2016 yang diadakan oleh IPBN dan Putra Putri Batik Nusantara (PPBN). GBMN adalah wujud nyata IPBN dan PPBN untuk mempromosikan batik kepada masyarakat secara luas dan menyeluruh.

Talkshow akan menghadirkan Ir. Tuti Hendrawati Mintarsih selaku Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah KLHK, dan Rahyang Nusantara dari GIDKP. Nadia Mulya akan berbicara sebagai perwakilan masyarakat yang mencintai budaya dan lingkungan untuk berbagi inspirasi seputar upaya mereka dalam melestarikan batik dan menjaga lingkungan hidup. Selain itu, adapula Martha Nuttall, pemilik merek fashion Martha Ellen, yang cinta akan warisan budaya Indonesia.

Saya ingin menggabungkan unsur budaya dan lingkungan hidup dalam satu gaya hidup. Melalui acara ini, diharapkan dapat mendorong perubahan gaya hidup dengan memasukkan unsur budaya dan lingkungan hidup”, ujar Nadia Mulya yang juga merupakan relawan GIDKP.

Batik merupakan warisan leluhur. Sebuah mahakarya yang sudah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Non Bendawi. Batik harus diperkenalkan dan dilestarikan oleh berbagai kalangan terutama generasi muda. Melalui penyelenggaraan acara ini diharapkan dapat menjadi media yang tepat untuk mendorong masyarakat mengurangi penggunaan kantong plastik dan menggantinya dengan tas pakai ulang yang lebih mendukung gaya hidup dan apresiasi batik.

Tentang Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik
GIDKP merupakan sebuah gerakan nasional yang mengajak masyarakat untuk bijak menggunakan kantong plastik. Kami menginisiasi sebuah petisi #pay4plastic yang akhirnya menjadi sebuah kebijakan nasional yaitu kantong plastik tidak gratis.

Tentang Ikatan Pecinta Batik Nusantara
IPBN adalah sebuah perkumpulan budaya yang memiliki visi untuk menumbuhkan kecintaan generasi muda di Indonesia terhadap batik dengan melakukan upaya pelestarian, pengembangan dan penghargaan batik sebagai warisan budaya. Beberapa program yang dimiliki yaitu Pemilihan Putra Putri Batik Nusantara dan Gebyar Batik Muda Nusantara yang berlangsung secara rutin setiap tahun sejak 2011.

Tentang Martha Ellen

The Martha Ellen philosophy is to make beautiful, quality clothes that merge tradition and culture with contemporary, wearable designs. Martha Ellen designs are: unique, designed for living, produced with the customer in mind, rooted in communities




Kontak Media:
Rahyang Nusantara
08122096791

Adisa Soedarso
082126706051

Sunday, 18 September 2016

Memahami Konsep SDGs Melalui Logical Framework Analysis

Saya berkesempatan untuk menjadi fasilitator di ASEAN Youth Initiative Conference (AYIC), sebuah program yang diusung oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Padjadjaran (BEM Unpad), beberapa waktu lalu. Seperti jodoh, saya saat ini memang tertarik untuk mendalami Sustainable Development Goals (SDGs) dengan 17 tujuannya dan AYIC mengangkat topik mengenai SDGs pula. Untuk proses fasilitasi ini, saya disandingkan dengan teman saya, yaitu Vania Santoso. AYIC diselenggarakan dari 7-10 September 2016 di Bandung. Saya hanya kebagian dari tanggal 8-9 September 2016 yang bertempat di Unpad Training Centre. Terdapat 4 (empat) chamber diskusi intensif dan saya berada di chamber 4, yaitu Goal #12, yaitu Responsible Consumption and Production yang mana sedikit banyak pekerjaan saya berhubungan dengan ini.

Apa tujuanmu? #OwnYourGoal

Setelah memahami arahan panitia AYIC, saya mencoba mendesain proses fasilitasi supaya tujuan dari program ini bisa tercapai. Beruntung karena tidak lama sebelum program ini, saya mengikuti dua kegiatan yang menggunakan proses logical frame analysis untuk proses fasilitasi. Beruntung pula, beberapa tahun sebelumnya saya pernah mengikuti pelatihan cara berpikir sistem. Dua metode ini mirip, hanya saja disajikan dengan cara yang berbeda. Desain proses fasilitasi yang saya terapkan untuk AYIC ini adalah logical frame analysis, yang menurut saya lebih mudah disampaikan dan dipahami, dibanding cara berpikir sistem yang lebih kompleks dan lebih baik diberikan oleh orang yang lebih berpengalaman. Terima kasih kepada Leony Aurora yang sudah membagikan ilmu ini. 

Dengan kelas yang kecil (hanya 10 orang peserta), memudahkan bagi saya dan Vania untuk mengendalikan proses fasilitasi. Dibandingkan kelas lainnya, kelas saya dan Vania lebih terstruktur karena ada desain atau metode yang digunakan dan dijelaskan kepada peserta. Sehingga lebih mudah untuk menjalankan proses selanjutnya dalam menemukan jawaban untuk suatu masalah. Beruntung, tidak ada satu pun peserta di dalam kelas yang pernah mendapatkan metode logical frame analysis sebelumnya. Jadi, kalau saya dan Vania ada kekeliruan, mereka tidak akan tahu! Hahaha. Percaya atau tidak, ini pertama kalinya saya menjadi fasilitator seluruh sesi (dua hari penuh) dan pertama kalinya membawakan desain logical frame analysis. Keuntungan menjadi orang yang memiliki golongan darah A adalah punya kebiasaan yang sistematis di berbagai hal, termasuk dalam hal berpikir.


Untuk AYIC, saya hanya memberikan 4 tahapan dari 9 tahapan dalam analisis ini,
karena keterbatasan waktu. 

Saya akan bercerita mengenai proses diskusi yang kami lakukan di dalam kelas. Dua tiga pulau terlampaui. Sambil belajar menjadi fasilitator, saya belajar pula memahami konteks dari Goal #12 ini. Pada dasarnya, Goal #12 ini adalah untuk memastikan pola konsumsi dan produksi berjalan secara berkelanjutan. Saat kita membicarakan 'berkelanjutan', artinya kita sudah melihat konteks menjadi lebih luas dan adanya keterikatan. People, planet, prosperity, peace, dan partnership adalah aspek yang harus kita pahami saat berbicara tentang 'berkelanjutan'. Beberapa forum yang saya hadiri terkait isu berkelanjutan masih banyak pendapat-pendapat yang salah kaprah terkait 'berkelanjutan'. Masih banyak yang menganggap 'berkelanjutan' atau sustainability adalah sama dengan 'keberlangsungan' atau continuity. 'Keberlangsungan' adalah suatu proses untuk mencapai 'berkelanjutan'. Sedangkan, 'berkelanjutan' adalah prinsip dasar. Namun, di kelas yang saya pandu tidak muncul kesalahkaprahan ini. 

Ditanya apa itu pembangunan berkeanjutan (sustainable development)?
Ingat 5P!
Ada 11 target dari Goal #12, tetapi untuk diskusi ini hanya diambil dua target,
yaitu 12.5 By 2030, substantially reduce waste generation through prevention, reduction, recycling, and reuse.  

Ada 11 target dari Goal #12, tetapi untuk diskusi ini hanya diambil dua target,
yaitu 12.5 By 2030, ensure that people everywhere have the relevant information and awareness
for sustainable development and lifestyles in harmony with nature.
Saya mengawali sesi diskusi dengan memberikan gambar tentang pola produksi dan konsumsi, atau siklus hidup, yang sederhana. Saya mengutip gambar ini dari Pertemuan Plastic Movement Alignment di Filipina beberapa bulan lalu. Tujuan saya menggambar ini adalah untuk mengidentifikasi posisi atau fokus kerja para peserta ada dimana, yang akan saya validasi di akhir sesi setelah proses diskusi selesai. Hampir semua peserta memposisikan di bagian "Retailers" sebagai konsumen dan "Waste Disposal". Kurang lebih seperti ini gambarnya:

Tahap life-cycle (versi sederhana dan umum) terkait produksi dan konsumsi. Gambar diambil dari dokumen "Enough is Enough" oleh Plastic Movement Alignment Project (2016). 

Kami membagi kesepuluh peserta menjadi tiga kelompok sehingga diskusi akan lebih intensif lagi. Setelah saya memberi pengarahan terlebih dahulu mengenai logical frame analysis, saya mulai meminta mereka menentukan satu masalah inti yang akan dibahas oleh masing-masing kelompok. Untuk proses ini, saya menggunakan konsep Problem "Tree". 




Ketiga masalah inti yang diangkat oleh masing-masing kelompok, yaitu 1) Sisa makanan di AYIC, 2) Sisa fresh product di supermarket yang sudah kadaluarsa, 3) Pengelolaan sampah di Unpad yang kurang memadai. Hal yang saya senangi dari proses ini adalah mereka cukup kritis melihat lingkungan sekitar dan bisa mengambil satu permasalahan kecil yang akan mereka analisis. Proses berikutnya, membuat kami begitu bangga dengan anak-anak muda ini.

Setelah menemukan inti permasalahan yang akan dibahas, kami meminta mereka untuk membuat penyebab langsung dari masalah tersebut dan kemudian dilanjutkan dengan menemukan akar penyebab dari masalah tersebut. Dalam hal ini, kami selalu mengingatkan untuk selalu melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang. People, planet, prosperity, peace, dan partnership adalah aspek yang harus mereka perhatikan saat menganalisis masing-masing permasalahan.

Proses diskusi salah satu kelompok

Sebetulnya tugas fasilitator pada proses diskusi berlangsung tidaklah banyak. Tugas yang cukup berat justru pada saat merencanakan desain diskusi supaya tujuan yang diinginkan bisa tercapai. Pada saat pelaksanaan, hal yang paling menantang adalah bagaimana fasilitator menghadapi berbagai macam isu dan bisa mengarahkan peserta untuk memberikan sudut pandang yang sesuai. Well, ini opini berdasarkan pengalaman yang saya lalui. Mungkin akan berbeda dengan fasilitator yang pengalamannya sudah sangat banyak.

Kami sebagai fasilitator diminta untuk memimpin diskusi dua hari ini untuk dapat menjawab tujuan diskusi pada chamber 4 ini. Ada enam tujuan diskusi pada topik responsible consumption and production. Tujuan pada isu ini berdasarkan pada hasil riset yang dilakukan oleh SDGs Centre Unpad. Melihat beberapa kesamaan dan kebutuhan pada diskusi ini, kami hanya mengambil tiga tujuan diskusi saja.



Dengan tiga tujuan diskusi yang kami putuskan, pada hari pertama sesungguhnya semuanya sudah selesai ditemukan problem "tree"-nya! Karena sifat dari problem "tree" adalah menemukan penyebab dan dampak dari berbagai macam sisi, sehingga tujuan diskusi sudah hampir tercapai. Tahap selanjutnya adalah membuat rencana aksi sebagai solusi dari permasalahan tersebut.

Sebelum mulai merancang rencana aksi, kami mengajak peserta untuk melihat hasil kerja kelompok lain terkait problem "tree" yang telah dibuat. Tujuannya adalah untuk mendapat timbal balik terhadap konsep probel "tree" yang telah dibuat. Timbal balik yang diberikan bisa berupa komentar, apresiasi, ataupun tambahan ide baru. Untuk memudahkan merancang rencana aksi, kami mengajak peserta untuk menerjemahkan problem "tree" menjadi objective "tree". Cukup mudah, yaitu dengan mengubah bahasa masalah menjadi bahasa tujuan. Setelah ini, barulah kita bisa dengan mudah merancang rencana aksi.



Nah, ini nih tahap yang paling seru karena melihat sejauh apa sih kekreatifan para peserta mengubah ide-ide dalam objective "tree" menjadi rencana aksi yang keren. Kami menggabungkan template rencana aksi dari peserta dan desain yang kami buat. Kurang lebih seperti ini template yang kami berikan kepada peserta:

Ini diambil dari salah satu ide rencana aksi salah satu kelompok. 

Kami sebagai fasilitator sangat puas sekali dengan proses diskusi yang dilakukan. Bukan hanya saya secara pribadi menjadi belajar lebih banyak terkait teknik fasilitasi, yang mana saya sangat menikmati ini dan berniat untuk mendalami lebih dalam, tetapi juga saya menjadi lebih paham bagaimana berpikir secara sistematis dan melihat sesuatu dari banyak sudut pandang untuk memahami suatu duduk permasalahan lebih baik. Dari segi peserta, saya sangat puas melihat mereka yang begitu antusias mengikuti diskusi intensif selama dua hari. Jika saya kilas balik pengalaman saya dahulu mengikuti proses yang sama, dulu saya cukup pasif mengikuti diskusi seperti ini. Sekarang jauh lebih baik. Saya teringat kampanye yang diusung United Nations Population Fund (UNFPA) pada tahun 2014 dengan tema "Investing in Young People". Itu selalu saya ingat dan sebisa mungkin saya terapkan. Saya masih muda, tetapi ada generasi muda dibawah saya yang perlu saya ajak dan saya memiliki tugas untuk berbagi pengalaman dan ilmu. Jadi, menjadi fasilitator pada diskusi ini adalah salah satu peran saya untuk "berinvestasi" pada anak muda, sehingga apa yang saya cita-citakan bisa terus dilanjutkan.

Hal yang paling membanggakan lagi adalah chamber 4 berinisiatif untuk mulai meningkatkan awareness sesama peserta dari chamber lainnya. Dari tiga inti permasalahan yang telah dipilih, mereka memilih satu permasalahan yang sebetulnya ekstrak dari tiga permasalahan yang ada. Dan dengar-dengar nih, mereka mulai memulai melanjutkan program ini pasca-AYIC. Belum sempurna memang jika kita lihat dari kacamata besar SDGs dan Goal #12, tapi ini awal yang bagus untuk saya secara pribadi dan mereka para peserta. Jika saya kembali ke life cycle stage yang saya gambarkan di awal, posisi para peserta masih terfokus di bagian konsumsi dan pembuangan sampah. Saya dan mereka masih punya hutang untuk melebarkan pandangan ke sektor produksi. Setidaknya saya dan mereka sama-sama memulai untuk memahami konsep SDGs secara komprehensif.

Saya bukan orang yang cerdas ataupun pintar. Namun, saya sebisa mungkin memaksimalkan potensi yang ada dalam diri saya untuk memajukan diri saya sendiri serta memberi manfaat bagi orang lain. Agama saya mengajarkan untuk selalu membagikan ilmu yang saya miliki, selain menjadikan saya lebih paham tentang ilmu tersebut, saya pun bisa mengajak lebih banyak orang yang belum mengetahui ilmu yang saya miliki dan saling memperkaya dengan ilmu yang sudah diketahui masing-masing. Jadi, apa peranmu untuk menghadapi SDGs dan "berinvestasi" pada pemuda? 

Thursday, 15 September 2016

Indonesia Menjawab Tantangan Global: Sebuah Visi Untuk Masa Depan Bebas Polusi Plastik

Untuk disiarkan segera



Jakarta, 15 September 2016 - Sebuah terobosan visi global baru untuk masa depan yang bebas dari polusi plastik dirilis hari ini oleh jaringan 90 LSM. Visi global baru ini memaparkan 10 prinsip dengan tujuan akhir menciptakan 'masa depan yang bebas dari polusi plastik'. Aksi ini merupakan langkah pertama dari gerakan global untuk mengubah secara mendasar persepsi dan penggunaan plastik.

Para ilmuwan memprediksi bahwa tanpa tindakan cepat tanggap dan mendesak akan ada lebih banyak plastik daripada ikan di laut pada tahun 2050, yang akan mengancam keanekaragaman hayati laut dan mempercepat penyebaran dan sirkulasi racun ke dalam pangan laut yang kita konsumsi. Beberapa studi menunjukkan bahwa pencemaran plastik dari Indonesia tersebar luas ke perairan internasional dan telah memasuki rantai makanan. Plastik dalam ukuran mikro juga ditemukan dalam perut ikan yang dikonsumsi di pasar Indonesia. Hal ini merupakan ancaman besar bagi Indonesia sebagai negara maritim dan tanggung jawab kepada komunitas global.

Meskipun bahaya paparan polusi plastik mengancam kesejahteraan manusia dan planet kita, pemerintah dan industri sejauh ini gagal mewujudkan perubahan sistemik yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Padahal, UU 18/2008 telah memandatkan kebijakan pengurangan sampah secara mendasar. 

Di Indonesia, penerapan kebijakan bea masuk yang tinggi untuk bahan baku plastik akan memberi peluang besar untuk mengurangi penggunaan plastik secara mendasar dan mencegah terciptanya sampah plastik. Namun, hal ini tidak dapat dilakukan tanpa komitmen penuh penyusun kebijakan terhadap siklus hidup plastik mulai dari ekstraksi minyak, desain, sampai ke tahap akhir produk. 

"Ini pertama kalinya kelompok-kelompok dari seluruh dunia berkumpul bersama-sama untuk merumuskan solusi untuk masalah polusi plastik. Deklarasi Tagaytay adalah awal dari sebuah gerakan yang akan membuat pemerintah, kota-kota dan perusahaan-perusahaan mengambil tindakan segera dan ambisius untuk mengatasi masalah yang berkembang dengan pesat ini," ujar David Sutasurya, salah satu penggagas #BreakFreeFromPlastic yang juga Direktur YPBB.

"Jumlah plastik yang luar biasa besar ini digunakan oleh para pendukung teknologi termal untuk membenarkan teknologi pembakaran atas nama ‘waste to energy’," lanjut Yuyun Ismawati, Co-Coordinator Koalisi Nasional Tolak Bakar Sampah yang juga pemenang Goldman Environmental Prize 2009.

"Kami mendukung salah satu prinsip dari gerakan global ini yaitu: Tidak ada insinerator baru yang dibangun, dan insentif energi terbarukan untuk pembakaran plastik dan sampah harus dihentikan. Hal ini termasuk gasifikasi, pirolisis, tanur semen, dan fasilitas "sampah menjadi energi" lain dengan teknik pembakaran,” tegas Yuyun Ismawati.

Pemerintah Indonesia dan perusahaan multinasional harus bertanggungjawab atas penggunaan plastik dalam pola produksi dan konsumsi serta kerusakan lingkungan yang dihasilkan, yang seringkali sangat berdampak pada kelompok-kelompok rentan dan sensitif di seluruh dunia. Kami menentang segala bentuk double standard yang diterapkan negara lain dan perusahaan multinasional kepada Indonesia maupun negara berkembang lainnya, terkait isu plastik dan teknologi thermal. Tanpa usaha yang kuat dan terintegrasi, serta komitmen dari penyusun kebijakan, sektor bisnis akan terus menggunakan plastik tanpa pandang bulu dan polusi yang terjadi akan lebih intensif.

Koalisi LSM Indonesia untuk plastik dan zero waste berjuang untuk perubahan kebijakan untuk masa depan yang bebas dari polusi plastik.

Lihat pernyataan visi dalam video dan membaca lebih lanjut tentang proyek #BreakFreeFromPlastic dan gabung menjadi bagian gerakan ini di www.breakfreefromplastic.org


Kontak Pers:
Rahyang Nusantara - Perkumpulan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik

M. Adi Septiono - BaliFokus
081313653636 | tio@balifokus.asia

David Sutasurya - YPBB
081320176832 | david@ypbb.or.id

Penandatangan (signatories) Deklarasi Tagaytay #BreakFreeFromPlastic dari Indonesia:
1. BaliFokus
2. Perkumpulan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik
3. YPBB
4. Greeneration Foundation
5. Ecoton

Penandatangan Deklarasi Tagaytay

Sunday, 21 August 2016

How To Become A Truly Miss Earth: An Inspiration from Nadine Zamira

Saat itu tahun 2011, saat saya dan teman-teman mengikuti Indonesian Youth Mini Conference (IYMC) di Sampoerna School of Education Jakarta. Saat-saat pertama kali ikut acara lingkungan seperti ini. Siapa sangka, orang yang saya lihat pertama kali disini akan menjadi rekan kerja beberapa tahun setelahnya. 

Nadine Zamira Sjarief (sekarang ditambah "Dusza" di belakang namanya). Miss Indonesia Earth 2009. Oh, ada yah kontes seperti ini. Saat itu saya hanya tahu Puteri Indonesia, Miss Universe, Miss Indonesia, dan Miss World. Ternyata sekarang saya tahu banyak banget kontes-kontes seperti ini. 

"She's such an inspiring woman," ujar Naluri, sahabat saya yang juga peserta pada IYMC. Dalam hati, "ah biasa aja, kayak putri-putri lainnya". Saya berkata demikian karena tidak tahu apa yang dia kerjakan dibalik selempangnya itu. 

Naluri yang saat itu masih berisi mewawancarai Nadine
(saat itu kartu namanya masih Greeneration4Life, cikal bakal LeafPlus).
Di penghujung tahun yang sama, saya dipertemukan kembali dengan Nadine. Ketika itu, kami berbagi panggung bersama. Seminar Technovert yang diselenggarakan oleh Jurusan Sastra Perancis Universitas Padjadjaran mengundang Nadine, saya, dan Kartika (dari Garuda Youth Community. Komunitas ini masih ada engga ya?) sebagai pembicara. Padahal saya ketika itu belum banyak berbuat untuk lingkungan hidup. Cuma karena aktif di media sosial, banyak yang melihat saya ini aktivis lingkungan. Yasudah deh, itu kali pertama saya presentasi sebagai aktivis lingkungan. 

Nadine presentasi tentang perubahan iklim. 

Sedang menjawab pertanyaan dari peserta, ketika itu (mungkin momennya ya)
ada yang tanya harusnya tong sampah di Unpad dibuat banyak setiap beberapa meter ada.
Jawaban saya ketika itu adalah seperti ini kurang lebih, "justru dengan dibuat
 jarang (kesediaan tong sampah) harusnya kita lebih disiplin untuk tidak
membuang sampah atau bahkan jadi malas menyampah
(dalam artian tidak membeli barang yang sekali pakai)
 karena tidak menemukan tong sampah".
Foto bareng artis ciyeeee.....

Eh...tahun berikutnya bertemu lagi. Tahun 2012 tepatnya tanggal 5 Februari, saat kampanye Headbag Mob Diet Kantong Plastik pertama kali digelar di Bandung, Nadine yang kala itu didaulat menjadi Duta Diet Kantong Plastik (dan berlanjut hingga akhir masa, gelar yang tidak akan pernah tergantikan) hadir lagi di Bandung untuk menyemarakkan suasana (engga pakai selempang lho).

Nadine di website Diet Kantong Plastik
(didaulat menjadi Duta tas baGoes dan Diet Kantong Plastik sejak 2012)

Saat event Social Media Festival di tahun yang sama bertempat di Gelanggang Renang Senayan (yang mana panas banget pake gila!) ketemu lagi dan berdiskusi tentang kampanye diet kantong plastik (saat itu saya masih relawan Greeneration Indonesia). 

Di tahun yang sama, Nadine dan timnya di LeafPlus (perusahaan yang dia dirikan bersama rekan-rekannya,  bergerak di bidang konsultasi komunikasi lingkungan)  membuat program Hidden Park, kampanye revitalisasi taman. Saya dan teman-teman Greeneration Indonesia diundang untuk turut mengampanyekan Diet Kantong Plastik, sekalian foto-foto sama artis yang diundang. 

Ketemu Nadia Mulya pertama kali, siapa sangka di tahun 2015
malah berlanjut sampai sekarang :)

Ketemu RAN juga untuk pertama kalinya, yang semoga jadi ya
ini Rayi mau bantuin Diet Kantong Plastik juga.
Terkoneksi dengan LeafPlus dari 2012 ternyata!

Nah, mulai tahun 2013 nih ketemu Nadine-nya sering. Di tahun ini, Diet Kantong Plastik mulai disapih dari Greeneration Indonesia. Nadine, menjadi salah satu yang membantu "mendirikan" kembali Diet Kantong Plastik, nama yang kemudian bertransformasi menjadi Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP). Nah, mulai deh nih saya nge-fans banget sama Nadine. Yang ternyata dia memang "such an inspiring woman", seperti yang dikatakan Naluri pada tahun 2011 (ga percaya sih sahabat yang ngomong!) lalu. 

Di tahun ini pun kami pertama kalinya bertemu dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta (saat itu), Pak Ahok, untuk presentasi mengenai Diet Kantong Plastik. Respons luar biasa beliau yang melahirkan Surat Himbauan Gubernur DKI Jakarta untuk Gerakan Diet Kantong Plastik (yang kemudian dikeluarkan setiap tahun hingga 2015, dan dilanjutkan dengan penyusunan Peraturan Gubernur mengenai pembatasan kantong plastik di tahun 2016). Di tahun ini, pekerjaan kami untuk kampanye Diet Kantong Plastik semakin menumpuk. Bagi Nadine sendiri, selain GIDKP, dia juga harus membesarkan LeafPlus, her own baby.

Advokasi pertamaku, dateng telat sama Ines (sebelah kananku)
dan presentasi sudah dimulai oleh Nadine. 

Gara-gara Nadine, saya jadi tertarik mendalami ilmu komunikasi. Menurut Nadine, banyak kampanye yang tidak tepat sasaran, sehingga menghambat suatu organisasi mencapai tujuan. Oleh karena itu, komunikasi adalah strategi yang menurutnya tepat untuk membantu proses pendekatan kepada target sasaran untuk mencapai tujuan. Saya percaya aja lagi. Lalu, saya coba-coba cari literatur mengenai itu, Nadine pun memberikan beberapa. Ternyata betul juga, komunikasi itu hal yang kompleks tetapi mendasar yang bisa kita lakukan untuk mencapai tujuan, apapun itu. Saya pun berkesempatan berdiskusi empat mata dengan Nadine untuk berdiskusi mengenai itu di kantornya di kawasan Kemang, mana tahu ternyata di tahun 2014 saya bakalan berkantor disitu.

Tepat setelah Idul Fitri, pada bulan September saya pindah ke Jakarta dan mulai berkantor di LeafPlus. Saya masih di GIDKP, hanya saja LeafPlus berbaik hati mendonasikan meja dan kursi (beserta listrik, internet, telepon, printer, dan orang-orangnya) untuk saya gunakan. Makasih banget lho! You are my savior! Tak terasa, sudah dua tahun saya bersama LeafPlus (bahkan hingga kantornya pindah ke Bintaro), melihat sendiri apa yang dilakukan oleh Nadine adalah pembuktian bahwa gelar Miss Indonesia Earth bukan hanya sebatas selempang dan tiara. Engga tau juga sih, dia melakukan pembuktian itu apa engga hahaha. Saya yakin itu adalah passion dia terhadap pelestarian lingkungan hidup. 

Wisata Plastik di Sungai Ciliwung, ini pas program LeafPlus, PhalaPusaka, di Condet.
Heboh bener karena Bu Megawati dan Pak Jokowi dateng.
Photoshoot untuk Jawa Pos di bulan November 2014

Mba-nya jadi Duta Earth Hour untuk Senayan City (2015). Eh, pas tahun
berikutnya ke Senayan City buat kenalan ke manajemen mall, mereka malah seakan
"lupa" kalo artis ini pernah jadi dutanya hahaha. 

Welcoming dinner Urban Social Forum 2015 di Surabaya.

Jumpa Pers "Kantong Plastik Tidak Gratis" di Locanda Cafe, bulan Februari tahun ini. 

Launching The Body Shop new value di On Five, Hyatt Jakarta.

Selama dua tahun ini, saya sering diajak ikut beberapa kegiatan LeafPlus. Semoga itu bukan bentuk kasihan karena saya engga ada teman lain di ibukota yang kata orang hidupnya keras (padahal biasa aja, ah!). Namun, saya semakin mengenal Nadine. Ternyata saya salah dulu berkata dalam hati "ah biasa aja, kayak putri-putri lainnya". Nadine tidak seperti putri-putri lainnya yang menjual isu lingkungan untuk menaikkan tarif bicara depan publik dan popularitas. Justru dia memperdalam isu lingkungan itu sendiri. 

Ngikut welcoming lunch staf LeafPlus baru, Sizi. 

Merengek-rengek minta ikut nonton Racing Extinction.

Buka puasa bareng LeafPlus, pura-pura lupa kalo memang diajak. 

Nebeng foto di rapat internal LeafPlus terakhir tatap muka dengan Nadine.
Doi bakal pindah ke Amerika Serikat untuk berkeluarga dan sekolah lagi!

Saya lihat, ajang Miss Earth setelah Nadine, tidak melahirkan orang-orang seperti Nadine (semoga akan lahir ya, semoga) yang memiliki misi (beneran misi yang dilakukan, bukan lip service semata depan media massa) dan aksi nyata untuk pelestarian lingkungan. She's one in a million. I can say that. Dia memiliki keberanian untuk mengatakan "tidak" pada hal-hal yang bertentangan dengan pelestarian lingkungan. Bahkan, pada hari pernikahannya pun, dia menyediakan gelas yang terbuat dari botol wine dan sedotan bambu (dia juga yang pertama kali memberikan sedotan bambu dua tahun lalu)! 

Beautiful wedding party

Saya akan mengupas apa yang membuat image Nadine sangat kuat terhadap pelestarian lingkungan hidup dan menjadi salah satu referensi saya dalam bersikap dan berbuat. Analisanya disesuaikan dengan nilai-nilai saya, yaitu komitmen, loyalitas, dan konsistensi

a. Komitmen 
Saya melihat bahwa Nadine memiliki komitmen yang kuat terhadap pelestarian lingkungan hidup. Bukan saja menyandang gelar Miss Indonesia Earth 2009 yang mana dia harus melakukan kampanye kepada publik mengenai pentingnya menjaga lingkungan hidup, Nadine membuat impiannya menjadi nyata lewat LeafPlus. Dengan latar belakang komunikasi, dia membangun LeafPlus menjadi sebuah agensi komunikasi yang fokus kepada program-program lingkungan hidup. Tidak mudah lho membangun organisasi baru, tetapi Nadine dan rekan-rekannya bisa membuktikan bahwa komitmen terhadap lingkungan hidup bisa membuat hal itu menjadi nyata. 

b. Loyalitas
Kecintaannya terhadap lingkungan hidup dan membangun LeafPlus, mau tidak mau mendorong Nadine untuk selalu melakukan pengembangan-pengembangan terhadap kemajuan LeafPlus. Sense of belonging sangat penting sehingga apapun hal kecil dan besar dilakukan dengan penuh kecintaan untuk tujuan besar yang ingin dicapai Nadine dan rekan-rekannya melalui LeafPlus. Hal ini terbukti meskipun Nadine saat ini tengah berada di Amerika Serikat untuk melanjutkan studinya, dia masih memberikan feedback terhadap pekerjaan yang dilakukan LeafPlus, salahsatunya adalah pada pembuatan infografik Bring Back Your Back, kampanye baru GIDKP, hahaha. Thanks, lho!

c. Konsistensi
"A title is nothing without action,". Pada setiap kesempatan Nadine mengutarakan hal ini, salah satu yang saya ingat adalah pada saat Nadine menjadi juri HiLo Green Ambassador 2013. Ini penting bahwa gelar apapun yang dilekatkan pada seseorang tidaklah memberikan pengaruh apa-apa apabila tidak diiringi dengan aksi nyata yang dilakukan terus menerus sehingga bisa mempengaruhi linkungan sekitar. Bahkan, ibu warteg depan kantor selalu memberikan minum tanpa sedotan apabila saya dan rekan-rekan LeafPlus beserta Nadine sedang makan siang disana. Anehnya, apabila tanpa Nadine, saya selalu diberikan sedotan! Lalu, saat salah satu pengurus kantor membawa pulang makanan (take away - dimana dikantor selalu sedia kotak makan pakai ulang dan tas belanja untuk take away makanan apapun) untuk Nadine dari warteg tersebut, si ibu warteg memberitahu suaminya bahwa "jangan pakai kantong plastik, nanti Mba Nadine *sambil geleng-geleng kepala* (mungkin maksudnya nanti Nadine marah/komentar)". Sebegitu besarnya pengaruh Nadine kepada lingkungan sekitar, termasuk ibu warteg!

Apa yang saya lihat dan rasakan menunjukkan bahwa Nadine memiliki misi yang jelas untuk hidupnya (sok tahu, padahal biar tulisannya terkesan kuat dan banyak yang baca haha!). Bahwa penting sekali untuk walk the talk (kata-kata yang saya dapatkan pertama kali dari Ibu Stien Matakupan - Sampoerna School of Education, pada IYMC 2011). Menjalankan apa yang kita bicarakan. Lalu, penting juga untuk talk the walk (kata-kata yang saya dapatkan kemudian dari Pak David Sutasurya - YPBB). Menceritakan atau membagi kisah dari apa yang kita telah lakukan kepada orang banyak. Walk the talk and talk the walk

Yes, GIDKP and I love Nadine so much!

Thank you, Nadine, for all the lessons and inspiration you gave to me and all of your surroundings. We will miss you and I hope we will meet again in US (ngarepdotcom)!