"Kiri kiri!"
Bagi pengguna jasa angkutan perkotaan atau biasa disebut angkot, kata magis diatas sangatlah tidak asing. Bahkan, bisa jadi satu-satunya kata yang disebutkan untuk memberhentikan angkot bila si penumpang hendak turun. Saya salah satu dari masyarakat kota yang selalu melambaikan tangan saat mencegat angkot untuk ditumpangi dan menyebutkan kata magis diatas untuk memberhentikan angkot. Tak jarang juga angkot memberhentikan diri dan menurunkan penumpangnya, padahal tujuan belum dicapai. Bukan supirnya yang merasa sok tahu tujuan penumpang, tetapi ini adalah fenomena sehari-hari akibatnya kurangnya pengelolaan angkutan perkotaan. Nah lho?! Lalu fungsi kata magis di atas bagaimana kelanjutannya?
Sebelum masyarakat kota terlalu berlebih harta untuk membeli kendaraan sendiri, angkot adalah salah satu transportasi massal yang digemari. Karena bentuknya yang kecil dibandingkan dengan bis atau kereta api, angkot dengan mudah bisa menjangkau daerah yang lebih spesifik. Bahkan, angkot bisa mengantarkan Anda sampai depan rumah. Entah sejak tahun berapa, orang-orang mulai banyak dan mampu membeli kendaraan sendiri, baik motor ataupun mobil. Bahkan motor bisa dibeli dengan duit panjer sebesar Rp500.000 saja dan cicilan per bulan yang cukup terjangkau. Fenomena cicilan motor murah ini menjangkau masyarakat kalangan ekonomi menengah ke bawah. Hasilnya adalah motor jadi primadona mengalahkan angkot yang kemudian, saking banyaknya motor, profesi ojek bermunculan. Tidak hanya motor, mobil pun mulai bertambah banyak. "Duit dari mana sih?", hati saya bertanya-tanya. Bapaknya punya mobil, ibunya punya mobil, sampai anaknya pun punya mobil.
Pernah suatu hari saya bertanya kepada teman saya kenapa mereka membawa kendaraan pribadi. Mayoritas menjawab karena lebih praktis dan hemat waktu. Namun, hal kecil saya meyakini satu hal lain, yaitu gengsi. Si gengsi ini yang terkadang menentukan Anda bisa, salah satunya, mendapatkan kecengan atau tidak. Itu hal lain yang tidak perlu dibahas disini. Kembali lagi kepada alasan membawa kendaraan sendiri. Di satu sisi saya menyetujui pendapat teman-teman saya. Memang membawa kendaraan sendiri itu lebih praktis dan hemat waktu. Bahkan, hemat ongkos. Bayangkan dalam sehari saya bisa mengeluarkan ongkos sebesar lebih dari Rp20.000 dari rumah ke kantor, yang jika dipakai untuk membeli bensin motor bisa digunakan untuk beberapa hari atau bisa pergi ke banyak tempat.
Banyak yang mengeluh bahwa angkot adalah penyebab kemacetan. Berhenti di sembarang tempat lah, menurunkan atau menaikkan penumpang di tengah jalan lah, mogok lah, dan banyak lah lah yang lainnya. Di satu sisi saya setuju, mungkin bukan macet sih, tapi menghambat kendaraan di belakang angkot tersebut untuk melaju. Toh berhentinya juga sebentar. Pernah terpikirkah bahwa penyebab kemacetan itu karena masyarakat sekarang yang sangat banyak menggunakan kendaraan pribadi? Kalau saya terpikir.
Lalu, terpikir lagi sebenarnya apa latar belakang alasan praktis dan hemat waktu itu muncul di benak teman-teman saya dan mungkin juga Anda. Selain keluhan di atas, ternyata banyak serentetan keluhan lainnya yang menyebabkan masyarakat berani merogoh kocek dalam-dalam untuk membeli kendaraan sendiri demi sebuah kenyamanan. Hmmm...kenyamanan seperti apa sih? Kok saya masih bisa tidur di dalam angkot saat perjalanan ke kantor?
Ternyata setelah dipikir-pikir dan berdiskusi dengan teman-teman di komunitas maupun di kantor, ternyata banyak sekali kekurangan pada angkot (dan supirnya, juga pengelolanya) yang membuat tidak nyaman penumpang. Ya, kenyamanan adalah poin utama yang diinginkan oleh penumpang saat berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan angkot. Pernahkah Anda mengalami kondisi seperti:
1. Supir angkot merokok
2. Angkot ugal-ugalan atau mengebut
3. Diturunkan seenaknya
4. Angkot kotor dan bau
5. Tarif yang dikenakan seenaknya
6. Tidak mematuhi peraturan lalu lintas
7. Mengubah rute seenaknya
8. Dan serangkaian ketidaknyaman lainnya yang silahkan Anda tambahkan sendiri.
Saya pernah mengalami itu. Bukan pernah lagi, tapi sering! Karena kondisi di atas itulah banyak yang beralih dengan menggunakan kendaraan pribadi. Kendaraan pribadi semakin banyak, angkot sepi penumpang, jalanan jadi macet. Jadi, jalanan macet karena kebanyakan kendaraan pribadi atau angkot? Bisa jadi keduanya, tapi saya lebih memilih karena banyaknya kendaraan pribadi. Isu lain yang muncul, polusi udara karena emisi kendaraan bermotor makin banyak. Minyak bumi makin dikuras habis untuk memenuhi keserakahan manusia untuk memberi "makan" kendaraan kesayangan.
Mari kita fokus ke masalah yang terkait dengan kenyamanan kota, yaitu kemacetan. Apabila banyak masyarakat tetap menggunakan transportasi publik, seperti angkot, nampaknya kemacetan bisa dikurangi. Setuju? Pendapat saya, apabila masyarakat menggunakan transportasi publik, kendaraan mereka pastinya tidak digunakan dan kendaraan yang berlalu lalang di jalan akan berkurang. Kalau bisa sih kendaraannya digunakan saat dibutuhkan untuk hal yang penting dan mendesak saja. Selain itu, kita bisa setidaknya menghemat bahan bakar minyak. Kondisi itu akan tercapai jika angkot dinilai nyaman. Ya, nyaman. Lalu, angkot yang nyaman itu seperti apa? Silahkan berpendapat!
Mengajak masyarakat berkendaraan pribadi kembali ke transportasi publik itu mudah dan sulit. Kalau yang gengsinya selangit, bisa jadi sulit. Paling tidak, seenggaknya pelajar-pelajar sekolah menengah naik angkot aja deh! Fenomena lain yang muncul sekarang, yaitu pelajar-pelajar sekolah menengah itu sudah dapat "izin" untuk membawa kendaraan sendiri. Hebat!
Siapa yang bisa menyelamatkan masalah kemacetan ini? Supir angkot? Pengelola angkot? Penumpang? Pemerintah? Jawabannya: SEMUA. Tidak mungkin hanya salah satu, tidak akan berhasil. Sebagai pengguna jasa angkot sejati (karena saya tidak bisa mengendari mobil ataupun motor), saya hanya bisa menjadi penumpang setia yang selalu menggunakan jasa mereka. Kalau tidak ada penumpang setia, bagaimana mereka bisa menjalankan jasanya dengan baik? Memang perlu ada pendekatan kepada pengelola angkot dan supir untuk memberi masukan agar pelayanan publik atas kenyamanan dalam angkot itu meningkat. Namun, jangan lakukan ini sendirian karena Anda akan pusing sendiri. Berkomunitas dan melakukan perubahan untuk kenyamanan angkot secara bersama-sama dengan penumpang setia lain akan berdampak lebih besar. Jangan harap prosesnya akan instan, karena hal ini perlu pemahaman bersama. Mengembalikan ke kondisi yang ideal itu memang tidak mudah, tetapi bukan sesuatu yang tidak mungkin. Namun, yang perlu disepakati adalah angkot merupakan salah satu bentuk transportasi yang berpotensi untuk mengurangi kemacetan dan kata magis di atas akan tetap selamat. Selain itu, menggunakan transportasi publik membuat kita peka dengan kehidupan sosial di sekitar kita. Bagaimana dengan pendapat Anda? (RN)
No comments:
Post a Comment