Friday, 4 July 2014

Mengubah kebiasaan cara belanja

Akhir-akhir ini aku lagi rajin baca buku. Salah satu buku yang sedang aku baca adalah The Power of Habit, buku yang ditulis oleh Charles Duhigg. Alasan pertama aku membeli buku ini adalah ingin mengetahui sejauh mana sih kebiasaan kita itu dipengaruhi oleh sesuatu. Hal ini pun terkait pekerjaan aku yang memang berurusan dengan kebiasaan manusia, sekalian mencari tahu bagaimana kita bisa mengajak seseorang untuk mengubah kebiasaan.

Aku bekerja di Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, sebuah organisasi sosial yang bertujuan untuk mengurangi penggunaan kantong plastik. Pas banget sama buku yang lagi aku baca. Seperti halnya kebiasaan kita menggunakan kantong plastik untuk membawa barang belanjaan. Organisasi ini ingin mengubah kebiasaan itu. Sejak 2012 bergabung di gerakan ini, kendala yang saya temui adalah sulitnya mengubah kebiasaan orang. Intervensinya gimana sih?

Kebiasaan itu terbentuk karena adanya siklus. Siklus yang terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa hal. Siklus ini disebut habit loop. Habit loop dibentuk karena adanya sinyal (cue) ke otak yang secara otomatis melakukan suatu aktivitas tertentu. Jika aku hubungkan dengan gerakan yang aku lakukan, sinyal ini bisa jadi diartikan sebagai adanya barang yang dijual, baik berupa papan/sandang, untuk mendukung aktivitas sehari-hari. Kita memerlukan makanan atau barang tersebut untuk digunakan sehari-hari. Kemudian, sinyal ini membuat otak kita melakukan suatu rutinitas (routine). Contohnya, berbelanja. Kita harus belanja atau membeli sesuatu. Alat yang digunakan adalah kantong plastik, karena kita mendapatkan kantong plastik secara gratis dari pasar tradisional atau pasar modern. Apa yang didapatkan dari rutinitas tersebut? Kebutuhan dasar kita terpenuhi (reward). Akhirnya kita bisa menjalani keseharian dengan kebutuhan yang terpenuhi tersebut.



Kebiasaan itu dibuat, dilahirkan, dibentuk. Bukan takdir.

Kebiasaan tersebut bisa diabaikan, diubah, atau diganti. Ketika kebiasaan kita selalu menggunakan kantong plastik muncul, otak kita akan bekerja lebih sedikit karena sudah ada pola yang terbentuk di otak kita ketika berbelanja.

Ada satu hal esensial yang membuat sinyal (cue) dan hasil yang didapat (reward) ini bekerja dengan baik, yaitu kebutuhan (craving). Kebutuhan pangan/sandang sehari-hari membuat kita harus membeli itu (dengan kantong plastik sebagai wadah) dan akhirnya kebutuhan kita terpenuhi.

Kebiasaan menggunakan kantong plastik itu bisa diubah. Sangat bisa diubah. Caranya? Dengan mengubah rutinitas menjadi membawa barang belanjaan dengan menggunakan tas pakai ulang. Pertahankan cue dan reward, lalu masukkan alternatif rutinitas tersebut.




Mengubah kebiasaan seperti itu perlu jaminan. Jaminan agar kebiasaan mengubah kantong plastik menjadi tas pakai ulang sebagai wadah adalah kepercayaan (belief), kebutuhan (craving) yang mengontrol perilaku, dan dilakukan terus menerus agar otak kita membentuk pola baru untuk menggantikan pola sebelumnya.

Kita harus percaya bahwa perubahan itu mungkin. Hal ini akan membantu kita bahwa perubahan yang kita lakukan itu akan berjalan sesuai keinginan. Oleh karena itu, perlu juga dibantu dengan adanya komunitas (support group). Gerakan yang aku lakukan sekarang sudah memiliki support group. Ada working group yang senantiasa setia mengelola manajemen gerakan. Ada juga basis relawan di Jakarta dan Bandung yang ditujukan untuk mengkader duta-duta diet kantong plastik di daerahnya masing-masing. 

Gambar 3 Support group, working group Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (Dok. Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik)



 So, percaya ga jika diet kantong plastik itu mungkin? :)

Gambar 4 Ilustrasi belanja tanpa kantong plastik (Dok. Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik)
 
*Well, di lain pihak kebutuhan terus menerus juga membuat konsumtif. Perlu memetakan habit loop lain untuk mengubah bagaimana kita tidak menjadi konsumtif!

1 comment:

Raira Megumi said...

good posting. I'll share this