Akhir-akhir ini aku lagi rajin baca buku. Salah satu
buku yang sedang aku baca adalah The
Power of Habit, buku yang ditulis oleh Charles Duhigg. Alasan pertama aku
membeli buku ini adalah ingin mengetahui sejauh mana sih kebiasaan kita itu dipengaruhi oleh sesuatu. Hal ini pun
terkait pekerjaan aku yang memang berurusan dengan kebiasaan manusia, sekalian
mencari tahu bagaimana kita bisa mengajak seseorang untuk mengubah kebiasaan.
Aku bekerja di Gerakan Indonesia Diet Kantong
Plastik, sebuah organisasi sosial yang bertujuan untuk mengurangi penggunaan
kantong plastik. Pas banget sama buku yang lagi aku baca. Seperti halnya
kebiasaan kita menggunakan kantong plastik untuk membawa barang belanjaan. Organisasi
ini ingin mengubah kebiasaan itu. Sejak 2012 bergabung di gerakan ini, kendala
yang saya temui adalah sulitnya mengubah kebiasaan orang. Intervensinya gimana sih?
Kebiasaan itu
terbentuk karena adanya siklus. Siklus yang terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa
hal. Siklus ini disebut habit loop. Habit loop dibentuk karena adanya sinyal
(cue) ke otak yang secara otomatis
melakukan suatu aktivitas tertentu. Jika aku hubungkan dengan gerakan yang aku
lakukan, sinyal ini bisa jadi diartikan sebagai adanya barang yang dijual, baik
berupa papan/sandang, untuk mendukung aktivitas sehari-hari. Kita memerlukan
makanan atau barang tersebut untuk digunakan sehari-hari. Kemudian, sinyal ini
membuat otak kita melakukan suatu rutinitas (routine). Contohnya, berbelanja. Kita harus belanja atau membeli
sesuatu. Alat yang digunakan adalah kantong plastik, karena kita mendapatkan
kantong plastik secara gratis dari pasar tradisional atau pasar modern. Apa yang
didapatkan dari rutinitas tersebut? Kebutuhan dasar kita terpenuhi (reward). Akhirnya kita bisa menjalani
keseharian dengan kebutuhan yang terpenuhi tersebut.
Kebiasaan itu dibuat, dilahirkan, dibentuk. Bukan
takdir.
Kebiasaan tersebut bisa diabaikan, diubah, atau
diganti. Ketika kebiasaan kita selalu menggunakan kantong plastik muncul, otak
kita akan bekerja lebih sedikit karena sudah ada pola yang terbentuk di otak
kita ketika berbelanja.
Ada satu hal esensial yang membuat sinyal (cue) dan hasil yang didapat (reward) ini bekerja dengan baik, yaitu
kebutuhan (craving). Kebutuhan
pangan/sandang sehari-hari membuat kita harus membeli itu (dengan kantong
plastik sebagai wadah) dan akhirnya kebutuhan kita terpenuhi.
Kebiasaan menggunakan
kantong plastik itu bisa diubah. Sangat bisa diubah. Caranya? Dengan mengubah
rutinitas menjadi membawa barang belanjaan dengan menggunakan tas pakai ulang. Pertahankan
cue dan reward, lalu masukkan alternatif rutinitas tersebut.
Mengubah kebiasaan seperti itu perlu jaminan.
Jaminan agar kebiasaan mengubah kantong plastik menjadi tas pakai ulang sebagai
wadah adalah kepercayaan (belief),
kebutuhan (craving) yang mengontrol
perilaku, dan dilakukan terus menerus agar otak kita membentuk pola baru untuk
menggantikan pola sebelumnya.
Kita harus percaya bahwa perubahan itu mungkin. Hal
ini akan membantu kita bahwa perubahan yang kita lakukan itu akan berjalan
sesuai keinginan. Oleh karena itu, perlu juga dibantu dengan adanya komunitas (support group). Gerakan yang aku lakukan
sekarang sudah memiliki support group. Ada working group yang senantiasa setia mengelola manajemen gerakan. Ada
juga basis relawan di Jakarta dan Bandung yang ditujukan untuk mengkader
duta-duta diet kantong plastik di daerahnya masing-masing.
Gambar 3 Support group, working group Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (Dok. Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik) |
So,
percaya ga jika diet kantong plastik
itu mungkin? :)
Gambar 4 Ilustrasi belanja tanpa kantong plastik (Dok. Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik) |
*Well, di lain pihak kebutuhan terus menerus juga membuat konsumtif.
Perlu memetakan habit loop lain untuk
mengubah bagaimana kita tidak menjadi konsumtif!
1 comment:
good posting. I'll share this
Post a Comment