Showing posts with label diet kantong plastik. Show all posts
Showing posts with label diet kantong plastik. Show all posts

Sunday, 17 January 2016

Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik Dukung Kebijakan Kantong Plastik Berbayar

Jakarta (13/01). Petisi #pay4plastic yang digencarkan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) sejak tahun 2013 akhirnya mendapat tanggapan positif dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia dengan dikeluarkannya surat edaran Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya nomor SE-06/PSLB3-PS/2015 tentang Langkah Antisipasi Penerapan Kebijakan Kantong Plastik Berbayar Pada Usaha Ritel Modern. Mengikuti surat edaran tersebut, KLHK akan mengeluarkan kebijakan kantong plastik berbayar yang diluncurkan bertepatan pada Hari Peduli Sampah Nasional pada 21 Februari 2016 mendatang di 17 kota besar.

“Presiden juga telah memberikan atensi khusus terhadap hal ini. Berdasarkan pendalaman masalah di berbagai kota di Indonesia, beliau memerintahkan adanya regulasi yang dapat mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) secara konkret untuk menyelesaikan persoalan sampah beserta percepatannya di tahun 2016 dan 2017,” jelas Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 

Koordinator Harian GIDKP, Rahyang Nusantara, menyatakan, “Kami mendukung penuh rencana pemerintah menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar. Akhirnya yang kami cita-citakan menjadi kenyataan. Kami menyadari adanya kebijakan ini perlu diikuti dengan peraturan yang mengikat secara nasional. Oleh karena itu, sebagai organisasi yang menggawangi kampanye Diet Kantong Plastik, kami siap sedia membantu pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk dapat beralih sepenuhnya dari ketergantungan pada kantong plastik. Salah satunya adalah sosialisasi kebijakan dan turut mengawasi implementasi kebijakan.” 

Sebagai bagian dari dukungan tersebut, GIDKP mengajak masyarakat untuk terus melakukan aksi nyata dengan melakukan Diet Kantong Plastik setiap hari dan mendukung penerapan kantong plastik berbayar, untuk lingkungan yang bebas dari sampah kantong plastik.

“Jumlah limbah plastik di Indonesia terlalu banyak. Per tahunnya, masyarakat Indonesia menggunakan hampir 10 milyar lembar kantong plastik, dan 95 persennya menjadi sampah. Maka itu, gerakan konsumen macam ini punya potensi besar dalam membawa perubahan,” jelas Siti Nurbaya dalam tanggapan online di halaman petisi #pay4plastic. Petisi dengan jumlah dukungan sebesar 61.023 tanda tangan ini telah diserahterimakan kepada KLHK. 

Penyerahan petisi #pay4plastic dari Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik
kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI pada 6 Oktober 2015

Sejauh ini, GIDKP juga telah membantu Pemda Bandung untuk mulai melakukan implementasi Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung Nomor 17 tahun 2012 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik sejak 2014. Bandung adalah kota di Indonesia yang pertama kali memiliki aturan pengurangan penggunaan kantong plastik.

Tips Diet Kantong Plastik:
1. Selalu merencanakan jadwal belanja dan menyiapkan tas belanja pakai ulang dari rumah, sehingga bisa menolak kantong plastik saat pengemasan barang belanja di kasir;
2. Selalu siap sedia dengan tas belanja pakai ulang di dalam tas setiap hari;
3. Bila terpaksa menggunakan kantong plastik, jangan langsung dibuang karena bisa disimpan dan dipakai ulang hingga rusak. Atau, dipakai lagi sebagai kantong belanja;
4. Menerapkan pemilahan sampah di rumah;
5. Menyerahkan hasil pemilahan sampah di rumah kepada pengepul/pengelola sampah yang lebih kompeten;
6. Menggunakan karung bekas yang sifatnya bisa dipakai ulang untuk kegiatan kerja bakti/clean up.

Info lebih lanjut: www.dietkantongplastik.info
Sumber: Siaran Pers Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik

Sunday, 30 August 2015

Walking the Talk is (Not) Easy

Ada dua tulisan yang sangat kontroversi pernah saya publikasikan. Tulisan-tulisan itu sengaja saya tulis bukan untuk menjadi hater, tetapi untuk mengangkat fenomena yang memang terjadi di sekitar saya. Tulisan kontroversi pertama saya adalah "Dosa Ekologis Dalam Perayaan Earth Hour" yang ditulis pada tahun 2012 (sempat menjadi headline). Saat itu saya tergabung dalam kampanye global tersebut sebagai relawan. Tulisan kedua adalah "Surat Terbuka untuk Peserta dan Penyelenggara Kontes Kecantikan Lingkungan" yang ditulis tahun 2014. Surat ini saya buat, karena kesal dan gemes melihat banyak orang berlomba-lomba mendapatkan gelar "duta lingkungan", tetapi kontribusinya minim. 

Dua tulisan di atas merupakan kritikan yang saya tulis kepada pihak luar. Pada kali ini, saya mencoba memberikan kritik terhadap program yang mana organisasi (dan juga saya tentunya) saya terlibat sebagai penyelenggara. Keberanian mengkritik orang lain harus diimbangi dengan keberanian mengkritik diri sendiri. Untuk apa? Supaya bisa lebih baik lagi dong

*****

Sejak tahun 2010, Kota Bandung memilliki komitmen untuk mengurangi penggunaan kantong plastik. Hal itu dibuktikan dengan munculnya Surat Edaran dari Walikota Bandung saat itu terkait pengurangan kantong plastik dan juga kampanye yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung di pusat belanja bersama dengan pelaku usaha. Di tahun yang sama pula, diluncurkan Kampanye Diet Kantong Plastik oleh Greeneration Indonesia dan Circle K. Tak hanya sampai disitu, tahun 2012 Pemerintah Kota Bandung meresmikan Peraturan Daerah (Perda) No.17 tahun 2012 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik". Hal ini merupakan gebrakan luar biasa bahwa Pemerintah Kota Bandung berani membuat regulasi seperti ini. Peraturan seperti ini hanya terjadi di Kota Bandung. Kabupaten/kota lain belum ada yang membuat peraturan serupa. Perda tersebut diluncurkan di tahun yang sama dengan mengundang pelaku usaha dan menandatangani komitmen bersama dalam mengurangi penggunaan kantong plastik. 

Surat Edaran Walikota Bandung Tahun 2010 tentang
Himbauan Untuk Mengurangi Penggunaan Kantong Plastik

Papan komitmen yang ditandatangani oleh pemerintah, sekolah, dan swasta.
Sejak saat itu, kampanye pengurangan kantong plastik gencar dilakukan di Kota Bandung. Greeneration Indonesia sebagai salah satu organisasi yang gencar melakukan kampanye ini. Kampanye diet kantong plastik, yang dipopulerkan dengan tagar #DietKantongPlastik di media sosial, mulai menyebar luas. Tak hanya di Kota Bandung, kampanye pengurangan kantong plastik mulai menyebar ke Aceh, Jakarta, Tangerang, Solo, Yogyakarta, Denpasar, Makassar, dan daerah-daerah lainnya. Kota Bandung menjadi barometer dalam penerapan peraturan dan kampanye pengurangan penggunaan kantong plastik. 

Dua tahun berjalan, hingga 2014 tidak terlihat tanda-tanda Perda tersebut efektif. Namun, Pemerintah Kota melalui Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH), memiliki program untuk inventarisasi kantong belanja. Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP/dulunya dibawah Greeneration Indonesia hingga 2013, mulai 2014 menjadi organisasi yang independen) membantu dalam pelaksanaan inventarisasi tersebut. Inventarisasi ini merupakan bagian dari tahapan implementasi Perda, tahapan lainnya adalah pencanangan kawasan pengurangan penggunaan kantong plastik dan rencana aksi daerah pengurangan penggunaan kantong plastik. Inventarisasi yang dilakukan tahun 2014 dilakukan di tiga pusat belanja, yaitu Istana Plaza, Cihampelas Walk, dan Trans Studio Mall. Hasil inventarisasi menunjukkan bahwa lebih dari 70% tenant pada masing-masing pusat belanja masih menggunakan kantong plastik sebagai wadah belanja. Beberapa tenant lainnya dalam persentasi yang lebih kecil menggunakan kantong belanja berjenis kertas dan lain sebagainya. Hasil inventarisasi ini perlu dilanjutkan dengan menambahkan data jumlah kantong belanja yang dikeluarkan tenant dalam hitungan hari atau bulan. Hingga saat ini belum ada rencana untuk melanjutkan inventarisasi. 

Provinsi DKI Jakarta mulai terlihat ingin mengikuti jejak Kota Bandung. Tahun 2013, Gubernur DKI Jakarta mengeluakan Surat Seruan terkait Gerakan Diet Kantong Plastik pada Festival Jakarta Great Sale. Meski hanya Carrefour yang merespons surat tersebut, hal ini membuktikan bahwa Jakarta pun tak ingin ketinggalan untuk melakukan upaya pengurangan penggunaan kantong plastik. Meski di tahun berikutnya dikeluarkan Surat Edaran serupa untuk Gerakan Jakarta Diet Kantong Plastik, belum terlihat lagi keseriusan dari pihak pemerintah untuk mengurangi penggunaan kantong plastik. 

Surat Seruan Gubernur untuk Gerakan Diet Kantong Plastik di Jakarta (2013)
Surat Seruan Gubernur untuk Gerakan Jakarta Diet Kantong Plastik (2014)

Provinsi Bali pun tak mau kalah. Bye Bye Plastic Bags yang digawangi anak-anak remaja ekspatriat melakukan penandatangan komitmen dengan Gubernur Bali pada tahun 2014 lalu untuk menjadikan Bali Bebas Kantong Plastik. Meski belum ada peraturan daerah, Bali memiliki komitmen bahwa mulai tanggal 1 Januari 2016, Bali akan bebas dari kantong plastik. 

MoU Bye Bye Plastic Bags dengan Gubernur
untuk mengurangi penggunaan kantong plastik (hal.1)
MoU Bye Bye Plastic Bags dengan Gubernur 
untuk mengurangi penggunaan kantong plastik (hal.2)
Tiga tahun umur Perda di Bandung, belum cukup terlihat bahwa Perda tersebut efektif mengurangi penggunaan kantong plastik. Saya selalu mengatakan kepada media massa bahwa satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki peraturan dalam mengurangi penggunaan kantong adalah Bandung. Hal tersebut saya lakukan untuk menunjukkan kepada kabupaten/kota lain dan juga Pemerintah Kota Bandung bahwa upaya ini perlu dilakukan dengan serius. Hingga akhirnya Pemerintah Kota Bandung memiliki rencana kampanye besar yang akan dilakukan tahun 2015. 

Obrolan mengenai kampanye ini sudah didiskusikan sejak awal tahun. Hingga beberapa minggu sebelum pelaksanaan kampanye, baru jelas kapan kampanye ini akan dilaksanakan. Meski beberapa kali berganti jadwal, akhirnya pada tanggal 27 Agustus 2015 lalu, Kampanye Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik dilaksanakan oleh BPLH Kota Bandung, dengan menunjuk Rase FM sebagai penyelenggara dan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik sebagai mitra komunitas. Trans Studio Mall (TSM) ditunjuk sebagai tuan rumah. TSM juga akan dijadikan sebagai percontohan "Kawasan Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik". Padahal, menurut laporan hasil inventarisasi tahun 2014, TSM belum layak dijadikan "Kawasan Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik".

Pada proses persiapan kampanye ini, ada beberapa pertemuan yang dipimpin oleh BPLH untuk berdiskusi terkait konsep kampanye. Pertemuan dihadiri oleh dinas-dinas terkait, asosiasi ritel (Aprindo), asosiasi factory outlet, perhimpunan hotel (PHRI), dan GIDKP. Sejak awal, Pemerintah Kota Bandung memang merencanakan bentuk kampanye ini adalah seremonial. Bentuk seremonialnya adalah talkshow, penandatanganan komitmen, dan pemberian apresiasi. Ada hal yang menarik pada pertemuan ini. Aprindo menegaskan bahwa bukan waktunya lagi untuk kegiatan yang sifatnya seremonial. Menurut Aprindo, anggota ritel yang tergabung sudah melakukan upaya pengurangan kantong plastik. Lebih lanjut, yang harus dilakukan sekarang adalah bagaimana membuat kampanye ini lebih berkelanjutan. Kegiatan "penandatanganan komitmen" sudah dilakukan dua kali. Pertama, saat peluncuran kampanye pengurangan penggunaan kantong plastik tahun 2010 di hypermarket Giant Pasteur dan yang kedua adalah saat peluncuran Perda tahun 2012 di factory outlet The Secret Jalan Riau. Pelaku usaha, dalam hal ini ritel, sudah menunjukkan komitmennya dalam upaya pengurangan penggunaan kantong plastik, seperti menyediakan tas belanja pakai ulang yang bisa dibeli, menyediakan kardus, program cashback untuk konsumen yang membawa tas belanja sendiri, dan yang lebih simpel adalah menanyakan terlebih dahulu kepada konsumen apakah butuh kantong plastik atau tidak. Mereka malah mempertanyakan balik komitmen pemerintah dalam isu ini. 

Inisiatif yang dilakukan pelaku usaha (ritel) untuk mengurangi penggunaan kantong plastik.
(Foto oleh Eko Triraharjo untuk GIDKP)

Karena program kampanye ini sudah direncanakan dan dianggarkan oleh pemerintah sejak tahun sebelumnya, maka harus dijalankan pada tahun ini. Meski banyak masukan dari pihak luar (dalam hal ini Aprindo), karena ini terkait pertanggungjawaban pemerintah terkait perencanaan program di akhir tahun, maka harus tetap dilaksanakan sesuai perencanaan awal. Kampanye ini dilakukan dengan persiapan yang sangat sangat singkat. Bahkan koordinasi dengan event organizer yang ditunjuk pun terbatas karena mereka juga sibuk mengurusi program dari dinas lainnya. Hingga disadari bahwa tidak ada publikasi untuk kampanye ini, baik melalui siaran pers maupun media sosial. 

Pihak BPLH menginginkan bahwa pengunjung yang hadir mendapatkan paket berisi konsumsi (camilan dan air minum) dan tas belanja. Kami dari GIDKP merekomendasikan alternatif lain untuk menjaga kampanye pengurangan timbulan sampah. Mereka setuju bahwa konsumsi akan disediakan dengan konsep prasmanan dan pengunjung bisa mengambil camilan secukupnya dengan diwadahi piring rotan yang juga disediakan. Air minum pun akan dikondisikan minim sampah plastik, dengan menyediakan air dalam galon dan paper cup. Sehingga dari konsumsi hanya akan menghasilkan sampah bungkus plastik dari beberapa camilan, daun pisang, dan paper cup. Akan beda ceritanya jika konsumsi yang disajikan dalam kotak-kotak kardus kecil yang akan menghasilkan sampah lebih banyak.

Hari yang ditunggu-tunggu datang juga. Acara dilaksanakan di Plasa TSM mulai pukul 1 siang hingga 4 sore. Acara dihadiri oleh Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya Beracun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ibu Ir. Tuti Hendrawati Mintarsih, MPPM. Didampingi oleh Direktur Persampahan KLHK, Bapak Sudirman dan jajaran lainnya. Acara juga dibuka oleh Walikota Bandung, Ridwan Kamil. 

Kiri-kanan: Ibu Tuti, Ridwan Kamil, dan Pak Sudirman (Foto oleh Eko Triraharjo untuk GIDKP)

Anyway, sebelum acara berlangsung sempat ada debat sedikit terkait konsumsi. Disinyalir konsumsi kurang, padahal tim GIDKP sudah mempersiapkan konsumsi untuk 600 orang. Pembelajaran dari acara-acara sebelumnya, konsumsi selalu berlebih (dan hal ini terjadi juga pada kampanye ini). Selain itu, pihak BPLH menganggap bahwa piring rotan berukuran terlalu besar untuk digunakan. Sehingga akhirnya, mereka memutuskan untuk tidak menggunakan piring rotan dan membeli lagi tambahan konsumsi. Sayangnya, mereka membeli konsumsi dengan menggunakan kantong plastik! Hal yang saya takut-takutkan jika melakukan kampanye besar seperti ini adalah masih ada orang-orang yang belum berjalan bersama. Hal tersebut masih terjadi, bahkan di lembaga yang mengampanyekan dan membuat regulasi untuk mengurangi kantong plastik. Meskipun masih dalam konteks "mengurangi", bukan berarti dibenarkan juga jika masih menggunakan kantong plastik pada kampanye pengurangan kantong plastik. Bukankah seharusnya kita menjadi contoh bagaimana mengurangi kantong plastik kepada publik? 

Air minum dalam kemasan masih menjadi jebakan kampanye lingkungan
Piring rotan yang tidak terpakai. 

Kampanye ini pun kecolongan air minum dalam kemasan. Kami sangat mengapresiasi dan berterima kasih kepada semua pihak yang berpartisipasi dan mendukung kampanye ini. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) juga ingin ikut berpartisipasi dalam kampanye ini. PDAM memberikan beberapa kardus berisi air minum dalam kemasan gelas plastik. Meski tetap menyediakan air galon, air minum dari PDAM ini tetap disediakan. Akhirnya, sampah gelas plastik pun banyak. 

Meski secara teknis penyelenggaraan acara juga masih cukup kacau, seperti pada prosesi penandatanganan komitmen dan pemberian apresiasi, tetapi yang menjadi highlight dalam kampanye ini adalah kurang tersampaikannya pesan dalam pengurangan kantong plastik yang tercermin dari penyelenggaraan kampanye. Selain urusan konsumsi, ternyata tidak ada tim yang menangani sampah. Konsep zero waste event tidak dilakukan dalam kampanye ini. Meski BPLH menyediakan kantong sampah terpilah, dikarena tidak adanya tim zero waste event, maka pengelolaan sampah sangat tidak terkontrol. Bahkan saya tidak melihat tim dari PD Kebersihan yang mengelola sampah-sampah yang timbul dari awal hingga akhir acara. Padahal mereka menyatakan kesiapannya di setiap pertemuan persiapan. Tidak diketahui alasan mereka tidak muncul. Alhasil, petugas kebersihan TSM yang menmbersihkan. Sampah pun tetap tercampur meski kantong sampah sudah dibedakan dengan warna (hijau untuk sampah organik dan putih untuk anorganik) dan diberi tulisan keterangan. Mendadak pengunjung "buta aksara" dan tidak membuang sampah dengan benar. Padahal sebagian besar pengunjung adalah sekolah yang dinyatakan sebagai yang memiliki wawasan lingkungan dan mendapatkan penghargaan Adiwiyata! Bahkan salah satu dari mereka membeli makan siang dengan menggunakan kemasan styrofoam! Hal ini terlihat oleh tim relawan GIDKP karena lokasi booth yang bersampingan. 

Salah satu sekolah Adiwiyata yang ikut kampanye. (Foto oleh Eko Triraharjo untuk GIDKP) 

Papan tandatangan komitmen. Lihat sampah enggak? (Foto oleh Eko Triraharjo untuk GIDKP)

Memang, ternyata kolaborasi lintas sektor itu tidak mudah. Perbedaan pemahaman dalam menilai sesuatu menjadi tantangan yang dihadapi. Meski secara lembaga memiliki kampanye yang sama, belum tentu orang dibaliknya memiliki pemahaman yang sama terhadap kampanye itu. Apalagi isu lingkungan erat kaitannya dengan sikap (attitude) dan perilaku (behaviour). Saya yakin semua orang yang hadir pada kampanye tersebut mengetahui bahwa sampah adalah sesuatu yang harus dikurangi. Apalagi kampanye ini mengenai pengurangan penggunaan kantong plastik, banyak orang tahu bahwa membawa tas sendiri untuk belanja adalah salah satu solusi. Memang, perubahan sikap dan perilaku itu memakan waktu yang lama tergantung individu masing-masing. Hal ini terkait dengan nilai yang dianut masing-masing individu. Namun, menurut saya, setidaknya dalam kegiatan kampanye seperti ini ada hal-hal yang harus dijaga untuk menjaga opini publik. Apalagi dalam hal ini pemerintah yang akan disorot lebih banyak. 

Saya pernah membaca buku "Personal Brand-inc" karya Erwin Parengkuan dan Becky Tumewu. Ada dua kategori personal branding, yaitu natural personal branding dan created personal branding. Meski buku ini ditujukan untuk pengembangan individu, tetapi menurut saya konsepnya akan sama jika diterapkan pada organisasi. Dalam hal ini, menurut saya, Pemerintah Kota Bandung melakukan created personal (atau governmental/organisational) branding, yaitu dengan ingin menyampaikan kepada publik bahwa Kota Bandung sedang berupaya mengurangi penggunaan kantong plastik dan menjadi kota yang selangkah lebih maju dengan mengeluarkan Perda. Upaya yang dilakukan adalah membuat kampanye sejak 2010 hingga sekarang. Namun, perencanaan yang tidak matang akan membingungkan publik. Publik (juga media massa) akan bertanya-tanya mengenai kampanye pengurangan kantong plastik tetapi masih terdapat sampah plastik yang cukup banyak dan tidak dikelolanya sampah dengan baik. Padahal Pemerintah Kota Bandung memiliki Gerakan Pungut Sampah dan program lainnya terkait pengelolaan sampah. Sehingga muncul pemikiran bahwa sampah yang mereka buang (dengan sembarangan) akan dipungut orang lain dan lingkungan tetap bersih. 

Komitmen Kota Bandung untuk mengurangi penggunaan kantong plastik seperti yang diamanatkan
Perda No.17 tahun 2012perlu dikawal oleh berbagai pihak (Foto oleh Eko Triraharjo untuk GIDKP)

Program seperti ini memang harus dikoordinasikan dan direncanakan dengan sangat baik oleh berbagai pihak yang bersinggungan langsung dan yang terpenting adalah harus sinergis. Program yang banyak banget pasti ada benang merahnya. Bukan berarti di kampanye yang lain boleh memakai kantong plastik. Peran semua orang yang ada di pihak-pihak yang bersinggungan ini yang harus memastikan semua berjalan sinergis dan sesuai tujuan yang ingin dicapai. Semoga kampanye ini menjadi pembelajaran dan tidak terjadi lagi pada kampanye selanjutnya. Selain itu, semoga kegiatan seremonial bisa dikurangi dan diganti dengan kegiatan yang lebih berkelanjutan dan bisa diukur dan terlihat juga dirasakan langsung dampaknya. 

Tindak lanjut dari kampanye ini adalah akan dibentuk tim gabungan sesuai amanat Perda untuk memastikan bahwa Perda dan upaya di lapangan berjalan dengan sinergis. Juga memastikan bahwa TSM menjadi percontohan "Kawasan Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik" yang baik. Semoga dengan adanya tim gabungan ini, komitmen Bandung untuk mengurangi penggunaan kantong plastik bisa berjalan dengan baik. Mau Bandung Juara? Yuk, #DietKantongPlastik! 

Terima kasih telah mengapresiasi inisiatif yang sudah dilakukan kelompok masyarakat dalam mengurangi penggunaan kantong plastik. Dalam foto ada juga (kiri-kanan) perwakilan dari Kiehl's Indonesia dan The Body Shop Indonesia yang sudah tidak menggunakan kantong plastik dan menggunakan tas kertas. Kedua brand juga memiliki kampanye pengurangan kantong plastik dan melakukan konsep Extended Producer Responsibility dengan menerima kembali kemasan kosong dari konsumen. (Foto oleh Eko Triraharjo untuk GIDKP)

Saturday, 7 March 2015

Fashionable People, Sustainable Planet

I always believe that fashionistas will be more fashionable when they use reusable shopping bags. How can you call yourself as a fashionista but you still bring plastic bags? It's not cool at all. 

I joined Indonesia Fashion Week 2015 (IFW) last month. It's the second time I join this biggest fashion movement. Two years in a row, Diet Kantong Plastik took part of the event. Of course, we campaigned about reducing plastic bags. The organizers also support our movement. The IFW had Sustainable Fashion line. They also concerned about how to protect the planet through fashion. 

I can't imagine how lucky I am to be part of fashion week. I'm not into fashion, well, was. But, I think as a social activist, I shouldn't be stereotyped in casual mode all the way. It's OK to be fashionable, because you have performance for the people about your movement. I think, it will help you to attract more people to join your event because of how your appearance. 

Let's talk about the fashion week anyway. The event held for four days in Jakarta Convention Centre. Diet Kantong Plastik had a few activities, they are: 1) booth labelling, to define what brands support the movement, 2) booth activities (petition signing, T-Shirt bag workshop), and 3) talkshow. I'm so grateful for this chance. I think it's amazing when social activities collaborate with different movement. Environmental still fit into anything, right?
You can still "kece" with your reusable bags. This one is DIY shopping bags!
I think, most of brands on the event is using paper bags and some visitors got their reusable bags when purchasing ticket. So, I hope they have reducing the plastic bags. Unfortunately, there were no statistical data to show the reduction. Keep positive!

When we did talkshow about "Fashionable Fashion, Sustainable Fashion" altogether with activist, models, and designer, the questions and answers session were great. There were a bit debate between speaker and participant. They discussed about secondhand products. One agreed to reuse old items, and one another disagreed because there were hygiene issue. But, this made us think about detail issue. We must see more than one perspective, we must be able to think comprehensively. 

Happy to have them on stage! Thank you so much!
I think I need talk about #pay4plastic petition. It's very important because we must collect 1 million signatures to support the petition. This petition will next to be our power to approach Mr. President to make national regulation about reducing plastic bags. If we have national regulations and laws, it will be easier for local activist approaching local government. Indonesia will be next modest fashion center, so I think it will better if the fashion support environmental movement too. 

In the end of my words, I would like to thank to all fashionistas who support the movement on the event. We will see you next year. Real fashionable people, care about sustainable planet!

Friday, 25 July 2014

Do it in your way! - Episode 3

Program yang perlu daftar mendaftar terakhir yang aku ikuti adalah Jalan Pemimpin. Program ini  diinisiasi oleh Pak Handry Satriago (CEO GE Indonesia) dan Pak Mardi Wu (CEO Nutrifood) beserta kawan-kawannya untuk menyiapkan pemimpin Indonesia yang berkualitas. Program ini baru beberapa waktu lalu mengumumkan siapa yang mendapat kesempatan mendapat pengarahan langsung (mentor) dari CEO sekeren itu. And guess what, aku tetap tidak lolos. 

----

Percayalah, kerjaan aku selama ini bukan sibuk daftar begituan doank. Mengikuti kontes itu dilakukan di sela-sela pekerjaanku. Sejak aku lulus tahun 2012, aku langsung bergabung di dua lembaga sosial. Perkumpulan YPBB (dulu Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi) sebagai staf part time Divisi Zero Waste dan relawan trainer Zero Waste dan Greeneration Indonesia sebagai relawan koordinator media sosial untuk program Diet Kantong Plastik. Hingga kini akupun meneruskan perjuangan di dua organisasi tersebut. Di Perkumpulan YPBB aku meneruskan sebagai relawan trainer Zero Waste dan di Greeneration Indonesia aku tuntaskan hingga akhir 2013. Setelahnya, di awal tahun ini, aku dipromosikan untuk memegang penuh Diet Kantong Plastik yang berdiri sendiri sebagai perkumpulan. I’m just happy doing this job. Job? I don’t think so. It’s borrowed heaven. Kita dititipkan oleh Allah SWT bumi yang begitu indah, sudah sebaiknya kita menjaganya bukan?

Beraksi sebagai trainer Zero Waste (Dok. YPBB, 2013)

Sahur on the road Greeneration Indonesia (Dok. Greeneration Indonesia, 2013)

Berkat Diet Kantong Plastik, kita semua bisa ketemu Ahok (Dok. Nadine Zamira, 2013)


----

Di tahun 2012, aku merintis cita-cita membuat buku sendiri. Lebih tepatnya, buku yang ditulis keroyokan. Buku berjudul Hearts of Volunteers yang akhirnya terealisasi di tahun 2013 ini sebelumnya dipromosikan melalui situs crowdfunding Wujudkan.com. Aku masih belum percaya diri untuk menawarkan buku ini kepada major publisher, jadi aku mencetak buku ini di nulisbuku.com. Perlu modal untuk mencetak buku ini. Dana yang terkumpul dari Wujudkan.com ini pun digunakan untuk mencetak buku yang dibagikan gratis untuk para donatur, relawan yang menjadi kontributor buku, dan beberapa organisasi sosial. Jika kamu mau memilikinya, silahkan membeli di website nulisbuku.com, hehehe. 

Menggalang dana untuk mewujudkan Hearts of Volunteers (Wujudkan, 2012)

Simpe aja sih, buku ini hanya ingin menunjukkan bahwa relawan pun perlu diapresiasi. I love being volunteer. People love being volunteers, too. All we need are recognition and appreciation that we are priceless. Buku ini salah satunya. Mungkin aku dan kalian yang sudah pernah membaca buku ini tidak akan pernah tahu sebelumnya bahwa ternyata masih ada pihak yang merugikan relawan.

Surprisingly, proyek buku ini banyak yang melirik. Pertama, Bandung Review (media online Bandung) mewawancarai aku untuk berbagi tentang relawan. Tidak tanggung-tanggung artikelnya dipublikasikan tepat pada Hari Pahlawan tahun 2012. Kemudian, Saling Silang (sekarang media ini sudah tidak ada) pun sempat me-review tentang Hearts of Volunteers. Yang paling keren adalah Hearts of Volunteers ini dijadikan salah satu proyek Wujudkan yang disorot untuk program 360 Metro TV di bulan Mei 2014 lalu. Terakhir, Wujudkan dan Google Indonesia mengadakan program #WujudkanHangouts pada 16 Juli lalu tentang relawan, dimana salah satunya adalah Hearts of Volunteers sebagai proyek yang sukses menggalang dana di Wujudkan. Sedikit cerita tentang penggalangan dana ini, Hearts of Volunteers adalah proyek yang mendapatkan dana dengan dua kali masa promosi. Masa promosi pertama tidak sukses mendapatkan dana dan masa promosi kedua baru berhasil. Tentunya ada strategi tertentu yang dirancang. 

Tentang kerelawanan dalan Bandung Review (2012)

Hearts of Volunteers di Saling Silang (2012)

----

Berbuat baik itu menjadi obat penenang tersendiri. Menjadi relawan itu seperti candu. Pada hakikatnya, manusia itu adalah makhluk sosial. Ingat mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) ya? Itu benar sekali. Kita tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain, tapi kita bisa hidup tanpa kekasih kok! Hahaha. Just kidding

Bersambung….

Referensi:

Friday, 4 July 2014

Mengubah kebiasaan cara belanja

Akhir-akhir ini aku lagi rajin baca buku. Salah satu buku yang sedang aku baca adalah The Power of Habit, buku yang ditulis oleh Charles Duhigg. Alasan pertama aku membeli buku ini adalah ingin mengetahui sejauh mana sih kebiasaan kita itu dipengaruhi oleh sesuatu. Hal ini pun terkait pekerjaan aku yang memang berurusan dengan kebiasaan manusia, sekalian mencari tahu bagaimana kita bisa mengajak seseorang untuk mengubah kebiasaan.

Aku bekerja di Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, sebuah organisasi sosial yang bertujuan untuk mengurangi penggunaan kantong plastik. Pas banget sama buku yang lagi aku baca. Seperti halnya kebiasaan kita menggunakan kantong plastik untuk membawa barang belanjaan. Organisasi ini ingin mengubah kebiasaan itu. Sejak 2012 bergabung di gerakan ini, kendala yang saya temui adalah sulitnya mengubah kebiasaan orang. Intervensinya gimana sih?

Kebiasaan itu terbentuk karena adanya siklus. Siklus yang terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa hal. Siklus ini disebut habit loop. Habit loop dibentuk karena adanya sinyal (cue) ke otak yang secara otomatis melakukan suatu aktivitas tertentu. Jika aku hubungkan dengan gerakan yang aku lakukan, sinyal ini bisa jadi diartikan sebagai adanya barang yang dijual, baik berupa papan/sandang, untuk mendukung aktivitas sehari-hari. Kita memerlukan makanan atau barang tersebut untuk digunakan sehari-hari. Kemudian, sinyal ini membuat otak kita melakukan suatu rutinitas (routine). Contohnya, berbelanja. Kita harus belanja atau membeli sesuatu. Alat yang digunakan adalah kantong plastik, karena kita mendapatkan kantong plastik secara gratis dari pasar tradisional atau pasar modern. Apa yang didapatkan dari rutinitas tersebut? Kebutuhan dasar kita terpenuhi (reward). Akhirnya kita bisa menjalani keseharian dengan kebutuhan yang terpenuhi tersebut.



Kebiasaan itu dibuat, dilahirkan, dibentuk. Bukan takdir.

Kebiasaan tersebut bisa diabaikan, diubah, atau diganti. Ketika kebiasaan kita selalu menggunakan kantong plastik muncul, otak kita akan bekerja lebih sedikit karena sudah ada pola yang terbentuk di otak kita ketika berbelanja.

Ada satu hal esensial yang membuat sinyal (cue) dan hasil yang didapat (reward) ini bekerja dengan baik, yaitu kebutuhan (craving). Kebutuhan pangan/sandang sehari-hari membuat kita harus membeli itu (dengan kantong plastik sebagai wadah) dan akhirnya kebutuhan kita terpenuhi.

Kebiasaan menggunakan kantong plastik itu bisa diubah. Sangat bisa diubah. Caranya? Dengan mengubah rutinitas menjadi membawa barang belanjaan dengan menggunakan tas pakai ulang. Pertahankan cue dan reward, lalu masukkan alternatif rutinitas tersebut.




Mengubah kebiasaan seperti itu perlu jaminan. Jaminan agar kebiasaan mengubah kantong plastik menjadi tas pakai ulang sebagai wadah adalah kepercayaan (belief), kebutuhan (craving) yang mengontrol perilaku, dan dilakukan terus menerus agar otak kita membentuk pola baru untuk menggantikan pola sebelumnya.

Kita harus percaya bahwa perubahan itu mungkin. Hal ini akan membantu kita bahwa perubahan yang kita lakukan itu akan berjalan sesuai keinginan. Oleh karena itu, perlu juga dibantu dengan adanya komunitas (support group). Gerakan yang aku lakukan sekarang sudah memiliki support group. Ada working group yang senantiasa setia mengelola manajemen gerakan. Ada juga basis relawan di Jakarta dan Bandung yang ditujukan untuk mengkader duta-duta diet kantong plastik di daerahnya masing-masing. 

Gambar 3 Support group, working group Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (Dok. Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik)



 So, percaya ga jika diet kantong plastik itu mungkin? :)

Gambar 4 Ilustrasi belanja tanpa kantong plastik (Dok. Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik)
 
*Well, di lain pihak kebutuhan terus menerus juga membuat konsumtif. Perlu memetakan habit loop lain untuk mengubah bagaimana kita tidak menjadi konsumtif!