Showing posts with label jakarta. Show all posts
Showing posts with label jakarta. Show all posts

Tuesday, 20 October 2015

Philippines Journal - Departure

I've said before to my best friend that someday I'll go abroad as a compliment for what I'm fighting for. I always believe about my feeling for anything. I believe that this will happen. And here I am! I'm in Manila now for few days to have such meetings. Believe me, this is my very first time go outside Indonesia. 

****

I was contacted by Anne from GAIA (Global Alliance for Incinerator Alternatives or Global Anti-Incinerator Alliance), an organisation that support zero waste campaign and against incinerator technology, to attend plastic strategy meeting on October in Manila, Philippines. I was excited but at that time she told me that I had to cover my flight and local expenses here because of they only cover one person for every organisation. Plastic Bag Diet Association is represented by me for the first meeting about NGO meeting and Tiza Mafira for second meeting about Funders meeting. 

I chose cheap flight, because my organisation couldn't cover first class flight, haha. I have to save my organisation money, for my salary of course, LOL.  My departure airline was AirAsia from Soekarno-Hatta International Airport on October 18, 2015 (at 14.50 Western Indonesia Time) to Ninoy Aquino International Airport (01.10 Philippines Time). But, I had to transit in Kuala Lumpur International Airport 2. So, I had 3 hours long transit and time to "walk around" in Kuala Lumpur. Only inside the airport. 

*Note: You have to purchase baggage plan before your schedule, because it charged two times when you purchased at the airport. 

The Body Shop store visiting is a must and I found this product that unavailable in Indonesia.
(Price: RM 27.60)
I also bought this travel kit. In Indonesia, they only sell without lotion.
(Price: RM 79.50) 

The airport seemed like mall in general. Many stores and offers. But, I only visited 3 counters, Kiehl's, McDonald, and The Body Shop. I only spent my money at McDonald's and The Body Shop, haha. I found products in The Body Shop Malaysia that unavailable in Indonesia, Hemp range products. Haha. They had lip conditioner, hand cream, and foot lotion. The products is good for your dry skin. Because my lip is very dry, so I bought lip conditioner. THE PRODUCT IS GOOD! You have to try it, believe me. The only restaurants I knew in the airport are McDonald's and Burger King. They didn't serve rice (T.T).

I produced wastes.
(Price: RM 16)

My transit flight delayed for about 45 minutes. And when we flew, the plane was shaking! That was terrible moment and I was too scared that something would be happened. In the meantime, I couldn't sleep. Pfffft.

I had no idea why the shower hose in KLIA2 toilet looked like this. I saw them in three different toilets.
I didn't think it was broken. Hehe. 

I safely landed at 2.30 Philipines Time (October 19, 2015)! It was very late. But the organisers already booked pick-up for me (using Nissan pick-up service) and it took 30 minutes to go to Quezon City (first visit) from the airport. I had to pay Php 740 for the service. Quite expensive, I thought.

to be continued...

Thursday, 9 July 2015

Antara Ojek, Gojek, dan Grabbike

Akhir-akhir ini orang-orang ramai membicarakan ojek, Gojek, dan Grabbike. Semuanya jadi "tim ahli" dadakan mengomentari isu ini. Hebat. Gue juga gak mau ketinggalan. Sebagai pengguna ketiga jenis fasilitas ini, gue mau mengulas berdasarkan pengalaman yang dialami sendiri (bukan berdasarkan kondisi ideal atau opini orang lain). 

1. Ojek
Gue selalu pakai ojek sejak SMP. Jarak dari rumah sampai depan komplek cukup jauh, jadi gue selalu pake ojek. Selama pake ojek, pengendara hanya memiliki satu helm saja. Jadi, si penumpang gak pakai helm. Namun, kalo gue lagi buru-buru, si ojek selalu memberikan helm untuk gue pakai. Ini adalah kejadian di Bandung. Harga yah cukup tinggi dibanding pakai angkot (yaiyalah!). 

Beda halnya dengan di Jakarta. Selain si pengendara sering banget melewati jalan satu arah, gue sebagai penumpang ga dikasih helm untuk dipakai. Mengendarainya pun rada horor. Juga selalu nerobos lampu merah atau berhenti menutupi zebra cross. Harganya pun kadang lebih tinggi daripada taksi (yang mana akhirnya gue lebih memilih taksi). 

2. Gojek
Udah lebih dari 3 kali pakai jasa ini. Lagi hipster banget di Jakarta. Udah dari 2013 sih gue tau ada Gojek, tapi dulu masih manual by phone. Gue pake ini karena lagi masa promo aja haha. Kemana-kemana hanya 10.000 rupiah saja. Plus, kalau merekomendasikan ini ke teman, dengan menggunakan referral code, gue bisa dapet tambahan Gojek Credit. Serunya lagi, selain dikasih masker penutup hidup dan mullut dan penutup kepala (tentunya helm juga harus dipakai), pengendara Gojek menurut gue punya etika berkendara yang baik. Misalnya saja, tidak menerobos lampu merah, tidak menghalangi zebra cross, tidak memasuki jalur satu arah, dan jika melewati jalanan yang tidak rata akan berhati-hati. Dibandingkan ojek konvensional (poin nomer 1), gue akan memilih Gojek. 

3. Grabbike
Sebelum ada Grabbike, gue pake Grabtaxi, lumayan potongan harga. Hehehe. Nah, gue udah tiga kali pake jasa Grabbike, karen lumayan nih promonya cukup bayar 5000 rupiah saja. Hehehe. Selama tiga kali pake Grabbike, yang gue alami adalah selain dapet masker dan wajib menggunakan helm, pengendara melewati jalan satu arah, pas lewat jalanan tidak rata engga hati-hati, dan menerobos lampu merah/menghalangi zebra cross/diem di tengah persimpangan. Dibanding Grabbike, gue pilih Gojek. 

Namun, dibanding ketiga di atas, gue tetep pilih bis (kopaja, metromini, atau Transjakarta) untuk berkendara di Jakarta dan angkot untuk berkendara di Bandung (meski tarif angkot semakin melambung). Selain harga cukup terjangkau, mengendarai transportasi publik macam itu akan mengasah emosi sosial kita. Hehehehe. 

Sekian ulasan dari saya. Silahkan pilih transportasi publik yang sesuai dengan profil Anda. Ciao!

*jangan lupa untuk mempertimbangkan jejak karbon yang akan ditinggalkan*

Thursday, 18 December 2014

Demi Uang, Agamapun "Dijual"

Semenjak tinggal di Jakarta dan senantiasa menggunakan kendaraan umum (baca: kopaja dan metromini), gue jadi lebih memperhatikan masyarakat sekitar. Namun, pengemis (juga pengamen) menyita perhatian gue. 

Entah karena terlalu kreatif atau sudah jenuh dengan cara meminta-minta seperti biasanya (duduk diam di trotoar atau ngamen), beberapa pengemis di kawasan Blok M ini punya cara sendiri yang menurut gue merasa ironis. Gimana engga ironis, mereka bahkan "menjual" perintah agama demi mendapatkan uang receh. 

Ada dua pengemis yang bikin gue agak risih dan malu karena "menjual" tadi itu. Pengemis pertama, cowok, mungkin sekitar umur 40-an. Pas masuk bis beliau udah ngomong kalau dia engga bisa nyanyi dan hanya bisa membaca ayat suci Al-Qur'an. I was like, "Buset, ayat suci dijual murah gitu. Astaghfirullah". Dan bener lah dia baca Al-Qur'an di bis, sesudahnya meminta uang ke penumpang. 

Pengemis kedua. Cewek. Mungkin umurnya 50-an akhir. Ini juga dia berdoa, mendoakan penumpang. Udah beres berdoa, dia minta uangnya ke penumpang. Again, I was like, "Oh come on, meski Ibu mungkin orang terdzhalimi karena kondisi ekonomi yang engga mumpuni, ya engga dijadikan alasan doa-doa Ibu bisa diijabah dan berharap pamrih ke penumpah karena sudah didoakan. Yang ada juga doanya lapur karena minta pamrih".

Ibu yang terlihat sedang berdoa itu yang aku maksud.
Foto diambil malam hari di Kopaja 605A dari Terminal Blok M menuju Kemang 

Gue muslim, tapi gue engga menjual iman dan agama gue untuk itu. Iman dan agama gue priceless, bukan untuk dijual murah hanya untuk uang. Sebenernya yang bertanggung jawab terhadap kaum papa seperti itu siapa yah? Gue? Kita? Pemerintah? Atau mereka sendiri?

Tambahan, ada beberapa pengemis yang cuma tepuk tangan atau menggumam engga jelas lalu mereka meminta uang ke penumpang. Lucu. 

Tuesday, 2 December 2014

The Jakarta Stay - part 2

Gue: "Kantor gue pindah ke Rempoa nih."
Temen gue: "Jauh amat. Pindah kostan donk lo?"
Gue: "Gak ah, males pindahan."
Temen gue: "Tapi kan itu jauh banget, Yeng."

Balada kantor pindah. Dari yang tadinya cuma 15 menit jalan kaki, sekarang 1,5 jam baru sampe pake Kopaja dan Metromini. Satu kota padahal. Dulu, dari Ngamprah ke Tikukur pake empat kendaaraan umum sekali jalan. Dari Ngamprah ke Tikukur melewati tiga kawasan berbeda (satu kabupaten dan dua kota). Wajar kalo waktu tempuh lama, ini satu kota aja waktu tempuhnya sama hahahaha. 

----

Supir taksi: "Wah, macet Mas di depan. Turun disini aja yah, lanjut pake ojek."
Gue: ".... (nurut)"

Lo jadi supir taksi tapi ngeluh. Macet udah biasa di Jakarta kelleus. Cari duit kok ngeluh. Pilihan lo sendiri kan mau jadi supir taksi. Kalau gak mau kena macet, pindah jadi supir taksi di Ngamprah aja sono. Di sana kagak ada taksi!

----

Supir taksi: "Gak ada receh, tukerin dulu sono!"
Temen gue: "(melongo ke gue)"
Gue: "(melongo ke temen gue)"

Supir taksi disini aneh. Lo yang jualan jasa harusnya lo yang nyediain kembalian, bukannya marah-marah ama penumpang nyuruh nukerin duit.

----

Gue: "Ayo duet lagu Kandas"
Temen gue: "Suara lo kok bagus kalo nyanyi dangdut sih?"
Gue: "Tahun depan daftar KDI deh gue"

Balada warga pribumi yang bagus kalau nyanyi dangdut dan india, sementara nyanyi lagu pop suaranya fals. 

----

Monday, 27 October 2014

The Jakarta Stay - part 1

Gue: "Mpok, lihat itu ada lampu ruang tamu bisa jalan"
Mpok: "Mane??"
Gue: "Itu liat ke depan, lagi jalan"
Mpok: "Hahahaha...!"

Lagi di acara Bazaar Fashion Festival 2014. Gue dan Mpok dapet invitation buat ke runway-nya Luwi Saluadji. Sementara gue dandanan ngampus, mereka semua paripurna.


----


Gue: "Tadi tuh di APTB (Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway) ada ibu gitu yang gak ngerti cara make kartu Flazz BCA buat di busway. Kasian deh, dia engga bawa uang tunai."
Nonoz: "Kasian gitu."
Gue: "Menurut gue, bagus lho sistemnya jadi mengurangi antrian tiket, cuma aja sosialisasinya itu kurang. Gue sering liat orang-orang yang engga tahu, akhirnya kepaksa beli kartu itu yang harganya cukup mahal (Rp40.000,-. Dengan rincian: Rp20.000,- harga kartu dan Rp20.000,- untuk saldo). Gak semua orang Jakarta berkecukupan dan paham dengan teknologi e-money gitu kan.
Nonoz: "Iya sih bener. Kan gak semua orang pinter kayak kita."
Gue: "(dalam hati pengen noyor). Kan kasian yang mereka duitnya pas-pasan terus kepaksa harus beli kartu, belum tentu mereka tiap hari pakai TransJakarta, kalau cuma sekali-kali atau jarang kan sayang banget Rp40.000,- buat beli kartu, mening buat beli kebutuhan pangan sehari-hari."

Mengomentari sistem pembayaran di busway yang belum tersosialisasi dengan baik. Perlu memerlukan agency communication kayaknya. Pak pak, aku aja sini lah bisa bantu sosialisasi, harga nego!


----


Supir Kopaja: "(manggil temennya yang kondektur) Ada anak (maaf) PA nih! (tangannya sambil mengikuti gerakan tangan anak itu)"
Kondektur: "Hahahaha (sambil mintain ongkos)."
Supir Kopaja: "Turun lu sana!"
Gue: "Kiri-kiri, Pak!"
Anak: (pindah ke belakang)

Perlu direvolusi mental nih supir kopaja dan kondekturnya. Ga sepantasnya menghakimi anak-anak berkebutuhan khusus. Pak supir, meningan lo bersihin itu bis yang kotornya sekotor bibir lo! Astaghfirullah, aku menghakimi Bapak!


----