Minggu lalu, gue dapet undangan untuk menghadiri pemutaran film dokumenter tentang keadilan lingkungan hidup di Kediaman Duta Besar Amerika Serikat (Robert Blake) di Taman Suropati. Beruntungnya gue karena bisa mengajak sahabat-sahabat buat menemani. Gue rasa, undangan ini merupakan suatu kehormatan karena bisa bertemu dan berbincang-bincang dengan Duta Besar AS.
Kalau mengajak sahabat-sahabat cewek, ada lah ya yang bikin kesel. Dina, sahabat gue yang labilnya #1, tadinya mau langsung ke lokasi acara. Eh, pas banget labilnya kumat, dia memutuskan untuk minta bareng ke lokasi. Dea, yang sudah datang dengan taksi, akhirnya menunggu di lobby mall (karena gue sudah tunggu disitu). Ada kali 20 menit menunggu Dina engga datang-datang. Waktu dia datang, dia masih memakai pakaian santai banget (padahal sebelumnya bilang mau pinjam ke temannya). Untung Dea bawa baju juga buat dipinjamkan. Hahaha.
Intinya, kami datang telat karena si supir taksi belum membersihkan telinga (dia mengira Taman Senopati, bukan Taman Suropati). Sampai disana, Pak Dubes sedang memberikan pidato yang didampingi oleh pembuat film itu (Leah Mahan). Terus, kami diajak buat makan malam dulu. Sehabis itu, dilanjut dengan menonton film.
Judul filmnya adalah "Come Hell or High Water - The Battle of Turkey Creek", sebuah film dokumenter karya Leah Mahan. Percaya atau tidak, film ini dibuat selama 10 tahun! Film ini menceritakan sejarah Turkey Creek, Turkey Creek ini merupakan salah satu kawasan di negara bagian Mississippi, Amerika Serikat. Film ini menceritakan bagaimana awal lokasi ini ditemukan dan kondisinya berpuluh-puluh tahun kemudian. Bisa menebak apa yang terjadi?
Derek, salah satu keturunan dari penemu dan penduduk Turkey Creek, akhirnya kembali ke sana untuk mengembalikan lagi fungsi dari Turkey Creek yang sudah dieksploitasi oleh bisnis dan industri. Lahan basah yang mendominasi Turket Creek sudah dibangun lapangan golf, apartemen, hotel, dan lain-lain sebagainya. Hal itu yang membuat Derek bersemangat untuk memperjuangkan Turkey Creek sebagaimana mestinya.
Hal yang membuat saya tersentuh dan merasa belum melakukan apa-apa terhadap Diet Kantong Plastik adalah pada saat Derek dan warga lainnya benar-benar berjuang dan bertemu langsung dengan pemerintah, anggota dewan, dan penegak hukum untuk menyelamatkan Turkey Creek. Derek rela meninggalkan pekerjaannya sebagai guru dan kembali ke daerah asal untuk menyelamatkan tanah kelahirannya. Begitu besar sifat yang militansi seorang individu yang bahkan bukan merupakan aktivis lingkungan. Gue yang profesinya sebagai aktivis lingkungan masih kalah jauh. Sangat jauh dibelakang.
Yang lebih menohok adalah Derek bukan seseorang yang memilih isu lingkungan sebagai karir. Tidak seperti gue dan beberapa teman yang memilih jalur sebagai aktivis lingkungan secara serius. Gue melihat, kedekatan Derek dengan lingkungan hidup menjadikan dirinya terintegrasi dengan lingkungan hidup itu sendiri. Begitu lingkungan hidup dia terancam bahaya, Derek dengan sigap melakukan sesuatu untuk mempertahankannya. Tak heran, kita-kita yang hidup di perkotaan yang begitu jauh lingkungan hidup (bahkan kekurangan area hijau), tidak akan pernah mengerti betapa sakitnya lingkungan hidup kita saat ini.
Pesan yang gue dapat dari film ini adalah jika kita memperjuangkan sesuatu, khususnya untuk lingkungan hidup, harus serius dan bersemangat. Berjuang habis-habisan untuk menyelematkan lingkungan hidup dari marabahaya. Online campaign saja tidak cukup untuk membuat perubahan, imbangi dengan offline campaign. Bahkan menurutku porsi offline campaign harus lebih besar.
Terima kasih buat Pak Blake yang sudah mengundang gue dan sahabat-sahabat pada acara ini. Menarik sekali diskusi dengan Anda. Semoga pemerintah Amerika Serikat disana mulai menyadari bahwa lingkungan hidup kita bersama sedang sakit. Jika kalian disana mengagung-agungkan keadilan hak asasi manusia, sadarlah bahwa keadilan lingkungan adalah segala-galanya. Kalian tidak akan bisa hidup dengan dokumen-dokumen hak asasi, kalian hanya bisa hidup dengan menjaga lingkungan hidup supaya seimbang dan sebagaimana mestinya. Tidak akan ada perang, jika kalian wahai negara-negara adidaya tidak memperebutkan minyak bumi. World peace means environmental peace. Be truth to yourself. Ingat, Tuhan menitipkan bumi ini untuk kita jaga, bukan dirusak.
No comments:
Post a Comment