Hari Kamis lalu, tanggal 16 April 2015, gue berkesempatan memoderatori seminar tentang polimer. Alumni Fakultas Pertanian menjadi moderator seminar tentang polimer. Tunggu dulu. Untungnya seminar ini lebih mengedepankan isu kantong alternatif pengganti kantong plastik. Jadi, bahasa yang digunakan tidak terlalu ilmiah.
Pembicara seminar ini berasal dari sektor yang berbeda. Pembicara pertama adalah Dr.Asmuwahyu Saptorahardjo yang merupakan Technical Advisor dari Enviplast dan juga dosen di Fakultas MIPA di Universitas Indonesia. Beliau menuturkan bahwa singkong bisa menjadi bahan baku alternatif dalam pembuatan kantong sekali pakai pengganti kantong plastik yang berbahan baku minyak bumi. Jangan dulu salah paham, singkong yang digunakan adalah singkong industri. Bukan untuk dikonsumsi sebagai bahan pangan. Enviplast mengklaim bahwa bahan baku yang digunakan hampir 100% tepung singkong dengan tambahan bahan-bahan lainnya. Mereka juga mengklaim bahwa tidak ada plastik dalam produknya. Sehingga kantong singkong ini bisa dikompos.
Pembicara kedua adalah Marliati Sasongko yang merupakan Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan BPLHD DKI Jakarta. Beliau menuturkan upaya pemerintah daerah dalam mengatasi masalah sampah dan kantong plastik. Di tahun 2011, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerjasama dengan Indonesia Solid Waste Association (InSWA) memberikan kategori pada 23 ritel yang menggunakan kantong ramah lingkungan. Kantong ramah lingkungan yang dimaksud adalah kantong plastik oxo-degradable yang merupakan produk dari Oxium (PT. Tirta Marta). Bedanya dengan Enviplast, Oxium ini masih menggunakan bahan baku plastik dengan tambahan yang disebut oxo untuk mempercepat proses degradasi kantong plastik secara oksidasi.
Pembicara terakhir adalah Dr.Eng. Agus Harsono, yang merupakan Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI. Ternyata, LIPI sedang mengembangkan kantong berbahan baku biomassa. Bahan ini bisa jadi alternatif pengganti plastik. Hingga saat ini, kantong dari biomassa sedang dalam tahap penelitian lebih lanjut dan akan dikembangkan menjadi produk kantong plastik.
Hal yang membuat gue tertarik adalah masih banyak mahasiswa yang bertanya: "Jadi, ramah lingkungan itu apa? Apa kriteria produk ramah lingkungan". Masing-masing pembicara menjelaskan versinya masing-masing. Tergantung standar apa yang dianut. Tentunya, mempromosikan produk masing-masing.
Opini pribadiku, kategori ramah lingkungan mengacu kepada konsep berkelanjutan. Dimana kita memahami daur hidup suatu produk, dari hulu ke hilir. Artinya, kita harus memastikan bahan baku yang kita gunakan dari mana, bagaimana proses produksinya, bagaimana limbah diolah, bagaimana pembuangan produk itu nantinya, dampak ke lingkungan akan seperti apa, dan bla bla bla. Kita tidak bisa menilai hanya dari hulunya saja atau hilirnya saja. Mereka satu kesatuan supaya kita paham akan perlakuan kita terhadap alam.
Menggunakan tas belanja pakai ulang pun belum tentu disebut perilaku ramah lingkungan, kalau kita seringkali membeli tas pakai ulang karena sering lupa bawa. Ingat, kantong plastik tetap diproduksi, dan tas belanja pakai ulang pun banyak yang memproduksi. Untuk disebut ramah lingkungan, paling tidak kita selalu konsisten menggunakan tas pakai ulang minimal 100+ kali selama hidup kita.
Jadi, kantong mana yang lebih baik? Semua ada pada pilihan Anda.
No comments:
Post a Comment