Showing posts with label work. Show all posts
Showing posts with label work. Show all posts

Monday, 8 September 2014

My Job, My Joy – Episode 4

Sahabat-sahabat aku semuanya keren-keren. I may say, they have their own truly passion. Naluri Bella Wati, dia anaknya media banget dan mafia exchange program, segala macam program kepemudaan selaku duta anak bangsa kebanggaan Indonesia dia ikuti, and she is lucky bastard. Idea Bhakti Pertiwi, womanpreneur banget. Sehabis lulus kuliah dia merintis bisnis wedding organizer satu-satunya di Lampung dan sekarang lagi seru-serunya bikin sabun organik sendiri. Dina Hidayana, ini anak rada labil sih. Katanya pengen kerja di NGO internasional, sudah dapet malah mengundurkan diri. Setelah itu gak ada kabar, sekarang tahu-tahu malah ada di Riau, di salah satu perusahaan sebagai production planner alat-alat laboratorium (ini anak jurusan Hubungan Internasional padahal). Raja Iqbal Mulya Harahap, dokter yang gayanya alay abis. Tidak seperti dokter lainnya yang jaga imej, ini anak beda sendiri. IPK-nya cum laude, exchange student juga, dan pencapaian terbesarnya menurut gue adalah bisa menurunkan berat badan yang drastis. Sekarang doi bekerja sebagai dokter perusahaan tambang yang lokasinya jauh banget dari peradaban.

Dan aku? Sudah aku cerita duluan di blog post sebelumnya. Kita ini unik, bekerja dengan lokasi yang berjauhan satu sama lain, tetapi disatukan dengan chemistry dan WhatsApp group. It has been 5 years of friendship. Two years more to make it lasts forever. Some say that 7 years of friendship will make it forever. Dipertemukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unpad di Departemen Minat dan Bakat, kita menjadi geng tersendiri. Paling beda diantara anggota lain yang subhanallah, mungkin kita astaghfirullah.

Sahabat adalah lingkaran terdekat kita setelah keluarga yang mendukung apapun jalan kita. Sudah berapa curhatan yang tidak terhitung lagi dimana kita menceritakan mengenai pekerjaan, mimpi, atau ide-ide konyol satu sama lain. Termasuk impian untuk ke luar negeri. Aku satu-satunya di antara mereka yang belum pernah pergi ke luar negeri. Padahal, kalo aku balik lagi ke zaman dulu, yang pertama kali mengenalkan dunia aktivitas per-luar negeri-an untuk mahasiswa itu GUE. Tapi, yang maju malah mereka, terutama Naluri, Idea, dan Dina. Hahaha.

Jadi, saat itu aku lihat informasi seminar internasional di Bangkok, Thailand tentang perubahan iklim. Heboh deh ya kirim proposal sana sini untuk mendapatkan dana. Yang akhirnya dapet adalah Idea, dari pemerintah Lampung yang terkenal baik hati terhadap program seperti ini. Naluri dibiayain orang tuanya. Aku dan Dina tidak jadi berangkat karena orang tua kita gak bisa membiayai.

Setelah itu, aku malah biasa aja sama kegiatan di luar negeri, karena memilih berkomunitas, mereka makin menggila. Idea mendapatkan kesempatan ikutan ISWI (International Student Week of Ilmenau) di Jerman, Dina mendapatkan HNMUN (Harvard National Model United Nations), dan Naluri dapet SSEAYP (Ship of South East Asian Youth Program). Dan itu semua kegiatan bergengsi yang mana derajat kepemudaan kalian naik ke level sosialita. Sedangkan aku semakin mengakar. Hahaha. Naluri selalu mendorong aku untuk ikutan program seperti itu, tapi aku menanggapinya dengan datar. Guys, I’m gonna be there too someday. Bukan sebagai Rahyang sendirian, tetapi membawa organisasiku disini yang sedang dibangun bersama-sama yang lainnya. Sudah bukan saatnya lagi aku mengikuti program untuk diri sendiri, tapi harus atas nama dan demi organisasi. Someday, yah, someday. I will, I promise. Aku sedang memantaskan diri untuk tampil di dunia internasional.

Bersambung…

Monday, 1 September 2014

My Job, My Joy – Episode 3



Hello, I'm back! Let me start telling you about my stories again...

--

Saat itu sedang rapat Divisi Program Greeneration Indonesia yang dilakukan sekitar bulan-bulan awal tahun ini, lupa tepatnya bulan apa. FYI, Divisi Program lagi phasing out dari PT. Greeneration Indonesia yang akan diarahkan untuk menjadi yayasan. Jadi, saat itu kami sedang memutar otak untuk menentukan kelanjutan nasib seperti apa nantinya. Di tengah-tengah rapat, aku mendapatkan pesan WhatsApp dari Mba Rika Anggraini (General Manager Corporate Communications dari The Body Shop Indonesia). And guess what she told me? She offered me a position in The Body Shop Indonesia! Seneng gila! You know what, aku punya rencana hidup dimana saat aku sudah bisa meninggalkan sesuatu yang berharga di pekerjaanku saat ini, aku berkeinginan untuk menjalankan perusahaanku sendiri (perusahaannya sudah ada, I’ll tell you later). Namun, sebelum memegang perusahaan sendiri, aku ingin bekerja di perusahaan besar yang memiliki value terhadap lingkungan untuk lebih memahami dunia bisnis yang menerapkan nilai lingkungan seperti apa. I mentioned The Body Shop Indonesia. Buyar lah konsentrasiku saat rapat karena saking girangnya.

--

Jadi, aku mulai merasakan bagaimana rasanya mengirimkan aplikasi pekerjaan ke perusahaan besar dan kemudian wawancara dengan bagian HRD. Seru juga mengantri dengan aplikan lainnya untuk menunggu giliran wawancara. Wawancaranya pakai bahasa Inggris lho. Maklumlah perusahaan dari Inggris. Untung bisa, meski gak fasih-fasih amat. Hehehehe. Oh iya, untuk hal ini aku diskusi dengan Nadine Zamira yang pernah menjadi Social and Environmental Values Executive di The Body Shop Indonesia sebelum dia dinobatkan jadi Miss Indonesia Earth 2009 yang jadi tempatku diskusi banyak hal terkait lingkungan. Juga kepada bos-bosku di Greeneration Indonesia (Christian Natalie) dan GIDKP (M.Bijaksana Junerosano). Supaya banyak saran dan masukan biar gak gegabah. Saat itu mereka mendukungku untuk menjadi bagian dari The Body Shop Indonesia.

FYI, Tawaran itu muncul disaat phasing out Divisi Program Greeneration Indonesia dan masa-masa GIDKP untuk memantapkan peran manajemen harian. Setelah wawancara, aku galau donk. Dihadapkan terhadap pilihan antara The Body Shop Indonesia yang mana itu adalah target pribadi atau Greeneration Indonesia/GIDKP yang merupakan target bersama.

--

Setelah rapat Divisi Program berkali-kali dan memahami kondisi GIDKP yang ternyata membutuhkan peranku lebih banyak, akhirnya aku mengirimkan e-mail ke Mba Rika bahwa aku memutuskan untuk tidak melanjutkan proses rekrutmen tersebut. Maaf Nadine, Sano, dan Tian, kalian lebih membutuhkanku untuk GIDKP, kan? Hehehe.

Rasanya malah lega lho, bukan berat. Aneh ya? Fortunately, Mba Rika memahami kondisiku. FYI, The Body Shop Indonesia adalah salah satu pendiri GIDKP. Jadi, aku tetap akan bersama mereka dalam konteks gerakan sosial :)

Mau tahu pekerjaan apa yang ditawarkan kepadaku? Yaitu jadi staf Divisi Values (bagian dari Corporate Communications) yang job description-nya adalah mengurusi green office, kampanye lingkungan di internal dan eksternal, dan perihal isu lingkungan lainnya yang harus diterapkan The Body Shop Indonesia. Menarik bukan? Well, suatu hari akan berada disana. AMIN.

Lebih bahagia lagi adalah The Body Shop Indonesia menjadi donatur operasional tetap GIDKP. Itu artinya secara tidak langsung gajiku dibayar mereka. Ah, senangnya! I love them so very much! Gak salah nih memilih produk The Body Shop untuk perawatan kulit wajah. Uang yang aku belanjakan akan kembali lagi untuk kegiatan sosial, terutama lingkungan. Mungkin juga masuk ke GIDKP :) 

Bersambung…

Monday, 25 August 2014

My Job, My Joy – Episode 2

“Rahyang, kerja di situ digaji gak sih?”

Pertanyaan seperti itu banyak banget ditanyakan. Aku jawab: IYA.

Well, let us say it was social worker. Saking seringnya aku jadi relawan dimana-mana, teman-temanku masih berpikir aku ini relawan. Relawan memang identik dengan organisasi sosial. “Lulus” jadi relawan, aku harus “naik tingkat” ke tataran manajemen. Di tiga tempat kerjaku, aku merintis sebagai relawan terlebih dahulu. Baru lulus kuliah dua tahun, aku sudah bekerja di tiga tempat, lho. Eh, jadi empat denk.

Pertama, sejak aku lulus tahun 2012, aku langsung bekerja di Perkumpulan YPBB. Status saat itu sih part-timer karena aku menjadi relawan di organisasi lain, Greeneration Indonesia. Satu tahun di YPBB, aku pindah untuk menjadi staf di Greeneration Indonesia. Sebenernya rentang bulan Januari – Agustus 2013, aku part-time di YPBB dan Greeneration Indonesia. Untungnya mereka punya jam kerja fleksibel (bahkan bisa home office dan bekerja saat weekend). Satu tahun jadi relawan di YPBB, satu tahun jadi staf di YPBB. Satu tahun jadi relawan di Greeneration Indonesia, satu tahun jadi staf di Greeneration Indonesia. Lalu?

Jadi begini, bloggers.

Greeneration Indonesia menginisiasi Diet Kantong Plastik sejak tahun 2010. Sejak tahun 2012, kampanye ini dilakukan dengan merekrut beberapa sumber daya manusia untuk lebih terorganisir lebih rapi. Aku salah satu relawan yang direkrut untuk sekitar satu tahun mengurusi media sosial. Di tahun berikutnya (2013), aku direkrut untuk menjadi staf dengan kampanye yang sama, tetapi desk-nya tidak hanya media sosial. Kampanye menjadi besar di tahun yang sama. Isu saat itu adalah koalisi dengan beberapa lembaga dan individu yang beririsan. Isu itupun menjadi kenyataan. Sudah bukan Greeneration Indonesia dengan Diet Kantong Plastik-nya, tetapi sudah menjadi Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP), dimana Greeneration Indonesia adalah inisiator dan menjadi salah satu pendiri GIDKP bersama yang lainnya. GIDKP sudah independen. Saat ini pun kita sedang menyusun akta pendirian.

Awal tahun ini (2014), karena GIDKP sudah cukup mengemban banyak amanah, diputuskanlah aku untuk mengawal ini. Per Juni 2014, aku bukan staf Greeneration Indonesia lagi. Aku adalah staf GIDKP yang memiliki peran sebagai Koordinator Harian. Hal seperti ini mungkin tidak akan pernah terjadi di perusahaan besar tempat kalian bekerja ‘kan? Hehehe. Setelah YPBB, aku pindah ke Greeneration Indonesia, dan sekarang di GIDKP. Did I miss one?

Sejak Juli 2013, aku tergabung di Mahana Live, salah satu music promoter yang berada di Bandung. Awalnya pun aku menjadi relawan disana. Media sosial yah tetep ga jauh-jauh dari itu. Itu karena sahabat gue sepanjang usia, Naluri Bella Wati, yang mengajak untuk gabung. Sementara dia itu orangnya langsung ke “lapangan” dan aku terencana rapi. Jadilah, aku diajak untuk melengkapi divisinya itu.

Aku masih bergabung di Mahana Live hingga saat ini dan Naluri udah pergi ke perusahaan lain demi membeli SK II.

--

Dalam dua tahun, portofolio pekerjaanku sudah empat buah. Tiga tempat dengan isu yang linear, satu lagi tidak. Namun, semua pekerjaan selalu berhubungan dengan media sosial. Bukan suatu pencapaian yang luar biasa. Bukan ajang untuk mendapatkan rekor MURI atau Guinness Book of Record. Aku diberikan kesempatan yang luar biasa dari Allah untuk selalu menempa diri melalui lingkungan yang luar biasa, yang selalu mendukung satu sama lain, dan yang menerima passion masing-masing orang untuk bebas berkarya sesuai posisinya. Melalui mereka, aku belajar banyak hal. Sangat banyak.

Bersambung…

Thursday, 7 August 2014

My Job, My Joy – Episode 1

“Udah lulus nanti kamu mau kerja dimana?”

“Di bidang lingkungan, Pak”
               
“Iya, apa?”

“Belum tahu, Pak”

Diskusi siang itu dengan teman ayahku, saat aku sempat mengunjungi Samarinda untuk penelitian skripsiku yang akhirnya tidak jadi, selalu terngiang hingga saat ini. Semacam shock theraphy yang memaksa saya harus memikirkan hal itu.

“Seharusnya kamu sudah tahu mau kerja dimana meski belum lulus, dirintis dari sekarang”

Obrolan siang itu masuk ke dalam alam bawah sadarku.

--

Seringkali dalam hidup kita, sejak kecil bahkan, kita selalu ditanya apa cita-cita kita. Cita-cita yang selalu ditanya saat kita kecil itu identik dengan pekerjaan saat dewasa nanti. Aku ingat sekali bahwa dulu aku selalu menyebut “Aku ingin menjadi insinyur pertanian”. And it happened! Gelarnya sih iya, pekerjaannya mah engga. But at least I reached my ideal. Hal itu terjadi begitu saja, sudah secara otomatis dilakukan oleh alam bawah sadarku dan juga, mungkin, takdir. Meski saat itu memilih Fakultar Pertanian adalah pilihan nomor dua dan akupun tidak sebegitu seriusnya dalam melaksanakan perkuliahan, malah lebih sibuk dan lebih nyaman berorganisasi.

Di blog post-ku sebelumnya sudah aku ceritakan keikutsertaanku dalam beberapa organisasi kampus. It was addiction, you know. Menjalankan suatu organisasi itu membuatku candu. It was craving, too. Ingat blog post­-ku tentang habit loop? Karena berorganisasi itu sudah jadi kebiasaan, so I’m craving for some reward. What reward? Existence and enjoying my passion. What passion? Disadari atau tidak saat itu, aku suka sekali mengorganisasikan perihal manajemen thingy. POAC (planning, organizing, actuating, controlling), SWOT (strength, weakness, opportunity, threats) analysis, dan membuat banyak dokumen adalah makanan passion-ku sehari-hari semasa kuliah. Banyak banget yang aku pelajari. And I like it!

Anyway, zaman kuliah dulu aku masih belum menggunakan istilah passion sih.  

--

Empat tahun belajar di organisasi kampus hingga akhirnya merintis pekerjaanku saat lulus kuliah dilakukan begitu saja. Mungkin aku salah satu mahasiswa di jurusanku yang effortlessly saat lulus kuliah untuk mencari pekerjaan. Pekerjaanku aku ambil dari pengalamanku berorganisasi. Disaat teman-teman seangkatan sibuk keluar masuk job fair, wawancara kerja, dan galau mau kerja dimana, dengan Alhamdulillah aku udah santai di tempat kerjaku. Dimana wawancara adalah proses formal yang mesti dilalui, karena aku sudah “membuktikan” komitmenku saat setahun sebelumnya aku konsisten menjadi relawan. Perkumpulan YPBB (dahulu Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi) adalah tempat berkaryaku yang pertama. Aku lebih memilih bekerja di organisasi non-profit (organisasi sosial) untuk mengepakkan sayapku. Kenapa aku tidak melamar ke perusahaan besar atau pegawai negeri sipil yang menurut orang banyak (bahkan orang tuaku saat itu) akan membuat kita keren dan duit banyak?

--

It’s all about passion. Aku tipe orang yang gak suka mengikuti sistem yang sudah ada. Aku gak suka jadi boneka perusahaan besar untuk mengikuti sistem mereka yang tidak sesuai denganku hanya untuk uang semata. Kelihatan sih semasa kuliah aku bukan mahasiswa ber-IPK sempurna. Lembaga perkuliahan sudah punya sistem yang baku ‘kan? Sementara itu aku sukanya bereksplorasi terhadap sesuatu yang baru dan membuat sistemku sendiri. Itu terjadi saat aku berorganisasi. Bukan berarti egois, tetapi membuat sesuatu yang menyesuaikan kita yang berada di organisasi saat itu.

Bersambung…