Bulan November identik dengan hari Pahlawan yang dirayakan setiap tanggal sepuluh. Secara sederhana, pahlawan dapat diartikan sebagai orang yang rela berkorban demi menolong orang lain, lingkungannya, bahkan membela bangsa dan negara. Kini, beragam jenis pahlawan bisa kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya dalam sosok seorang relawan alias volunteer seperti yang dijalankan oleh Rahyang Nusantara.
Namanya mulai dikenal sejak ia aktif menjadi sukarelawan untuk membantu terselenggaranya acara-acara terutama di kota Bandung. “Semua berawal dari keaktifan ikut berorganisasi,” tutur Rahyang mengenai awal perjalanannya sebagai seorang sukarelawan. Berbekal ingin mencari pengalaman baru sekaligus keluar dari zona nyaman organisasi di kampus, ia akhirnya mendaftar pertama kali sebagai relawan untuk sebuah yayasan yang bergerak di bidang lingkungan di Bandung.
Pengalaman pertama Rahyang sebagai relawan yayasan tersebut membuatnya ketagihan. Ia pun mencoba lagi ikut di berbagai kegiatan terutama yang berkaitan dengan isu lingkungan. Organisasi seperti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Bandung Berkebun, dan Forum Hijau Bandung (FHB) adalah beberapa tempat dimana Rahyang pernah ‘berkarya’. “Mungkin faktor eksternal, ayah saya bergerak di bidang konservasi lingkungan. Dulu pun saya kuliah di jurusan pertanian, jadi lebih peduli pada isu lingkungan,” jelas Rahyang. Ia menambahkan, kualitas lingkungan yang semakin menurun saat ini perlu dijaga agar tidak semakin parah. Hal itulah yang juga menumbuhkan kepeduliannya terhadap isu lingkungan dan terjun menjadi relawan untuk kegiatan lingkungan.
Meski demikian, Rahyang tidak menutup diri dan mencoba kerelawanan di bidang lain salah satunya menjadi Sahabat Museum Konferensi Asia Afrika (MKAA). “Ikatan antar komunitas itu erat. Informasi mudah didapat karena antar relawan terhubung satu sama lain. Kami pun sering ikut kegiatan bersama,” cerita Rahyang.
Bagi pemuda yang sebentar lagi genap berusia 24 tahun ini, relawan adalah salah satu profesi yang mulia. “Relawan bisa meluangkan waktu, tenaga, pikiran, bahkan uangnya untuk mendukung kegiatan-kegiatan sosial,” tuturnya. Ia menambahkan, keberadaan relawan akan membantu terciptanya visi dan misi, serta tercapainya tujuan bersama.
Namun, Rahyang mengaku tidak akan menjadikan ‘relawan’ sebagai profesinya kelak. Baginya, relawan lebih asyik dijadikan ajang untuk aktualisasi diri. Menurut sebuah buku pengembangan diri yang pernah ia baca, seseorang sedikitnya memerlukan 5% dari seluruh waktunya dalam setahun untuk menjadi relawan sebagai sarana aktualisasi diri sekaligus mengasah jiwa sosial. “Saya bahkan baru 1%,” ucapnya.
Hampir berkecimpung selama dua tahun menjadi relawan membuat Rahyang telah mendapatkan beragam pengalaman. Ia mengaku, lebih banyak pengalaman yang menyenangkan daripada sebaliknya. “Diperlakukan seperti keluarga sendiri, bahkan berkesempatan terlibat dalam kerjaan yang lebih memerlukan keahlian khusus,” ungkap peraih ‘Volunteer of The Year’ dari Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) Bandung ini.
Sebagai apresiasinya terhadap relawan lain, saat ini Rahyang sedang mengerjakan proyek buku bertajuk “Hearts of Volunteers”. Proyek yang sudah 90% selesai ini terinspirasi dari hasil bertukar cerita antara Rahyang dengan teman lainnya sesama relawan. “Agar pembaca bisa mendapat inspirasi dari para relawan dan tertarik untuk terjun dalam dunia kerelawanan juga,” kata pemuda yang diam-diam bercita-cita menjadi penulis dan menerbitkan bukunya sendiri.
Dalam bidang relawan, salah satu mimpi yang ingin dicapainya adalah menjadi relawan di Afrika. Selain karena kondisi alamnya yang masih alami, keramahan penduduk Afrika menjadi daya tarik tersendiri bagi Rahyang untuk mengunjunginya. “Afrika itu eksotis!” ucapnya semangat.
Mulai tertarik terjun menjadi relawan? Menurut Rahyang, langkah awal yang harus dilakukan adalah berani keluar dari zona nyaman dan berpikir out of the box. “Mulai ikut kegiatan sosial. Di sana kita bisa belajar berempati dan memahami sesama,” pesannya. (RY)
No comments:
Post a Comment