“Udah lulus
nanti kamu mau kerja dimana?”
“Di bidang
lingkungan, Pak”
“Iya, apa?”
“Belum tahu,
Pak”
Diskusi siang itu dengan teman ayahku, saat aku
sempat mengunjungi Samarinda untuk penelitian skripsiku yang akhirnya tidak
jadi, selalu terngiang hingga saat ini. Semacam shock theraphy yang memaksa saya harus memikirkan hal itu.
“Seharusnya
kamu sudah tahu mau kerja dimana meski belum lulus, dirintis dari sekarang”
Obrolan siang itu masuk ke dalam alam bawah
sadarku.
--
Seringkali dalam hidup kita, sejak kecil bahkan,
kita selalu ditanya apa cita-cita kita. Cita-cita yang selalu ditanya saat kita
kecil itu identik dengan pekerjaan saat dewasa nanti. Aku ingat sekali bahwa
dulu aku selalu menyebut “Aku ingin
menjadi insinyur pertanian”. And it
happened! Gelarnya sih iya, pekerjaannya mah engga. But at least I reached my ideal. Hal itu terjadi begitu saja, sudah
secara otomatis dilakukan oleh alam bawah sadarku dan juga, mungkin, takdir.
Meski saat itu memilih Fakultar Pertanian adalah pilihan nomor dua dan akupun
tidak sebegitu seriusnya dalam melaksanakan perkuliahan, malah lebih sibuk dan
lebih nyaman berorganisasi.
Di blog post-ku
sebelumnya sudah aku ceritakan keikutsertaanku dalam beberapa organisasi
kampus. It was addiction, you know.
Menjalankan suatu organisasi itu membuatku candu. It was craving, too. Ingat blog
post-ku tentang habit loop?
Karena berorganisasi itu sudah jadi kebiasaan, so I’m craving for some reward. What
reward? Existence and enjoying my
passion. What passion? Disadari
atau tidak saat itu, aku suka sekali mengorganisasikan perihal manajemen thingy. POAC (planning, organizing, actuating, controlling), SWOT (strength, weakness, opportunity, threats)
analysis, dan membuat banyak dokumen
adalah makanan passion-ku sehari-hari
semasa kuliah. Banyak banget yang aku pelajari. And I like it!
Anyway, zaman
kuliah dulu aku masih belum menggunakan istilah passion sih.
--
Empat tahun belajar di organisasi kampus hingga
akhirnya merintis pekerjaanku saat lulus kuliah dilakukan begitu saja. Mungkin
aku salah satu mahasiswa di jurusanku yang effortlessly
saat lulus kuliah untuk mencari pekerjaan. Pekerjaanku aku ambil dari
pengalamanku berorganisasi. Disaat teman-teman seangkatan sibuk keluar masuk job fair, wawancara kerja, dan galau mau
kerja dimana, dengan Alhamdulillah aku udah santai di tempat kerjaku. Dimana
wawancara adalah proses formal yang mesti dilalui, karena aku sudah “membuktikan”
komitmenku saat setahun sebelumnya aku konsisten menjadi relawan. Perkumpulan
YPBB (dahulu Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi) adalah tempat
berkaryaku yang pertama. Aku lebih memilih bekerja di organisasi non-profit
(organisasi sosial) untuk mengepakkan sayapku. Kenapa aku tidak melamar ke
perusahaan besar atau pegawai negeri sipil yang menurut orang banyak (bahkan
orang tuaku saat itu) akan membuat kita keren dan duit banyak?
--
It’s all
about passion. Aku tipe orang yang gak suka mengikuti sistem yang sudah
ada. Aku gak suka jadi boneka perusahaan besar untuk mengikuti sistem mereka
yang tidak sesuai denganku hanya untuk uang semata. Kelihatan sih semasa kuliah
aku bukan mahasiswa ber-IPK sempurna. Lembaga perkuliahan sudah punya sistem
yang baku ‘kan? Sementara itu aku sukanya bereksplorasi terhadap sesuatu yang
baru dan membuat sistemku sendiri. Itu terjadi saat aku berorganisasi. Bukan
berarti egois, tetapi membuat sesuatu yang menyesuaikan kita yang berada di
organisasi saat itu.
2 comments:
Idealis yang keren banget. Nggak mudah buat memegang passion menjadi prinsip. Salut Bro
Welcome to the world of happiness: do what you love and love what you do. :D
Post a Comment